Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Di Inggris, Rakyat Papua Cetuskan Resolusi

Written By Unknown on Jumat, 05 Agustus 2011 | 02.00

4 Agustus 2011 - 2:36pm
Setelah gagal dengan referendum Pepera, rakyat Papua mencari cara lain: Konferensi Para Pengacara Untuk Papua di Oxford, Inggris. Dalam konferensi tersebut tiga resolusi disepakati. Salah satunya adalah bahwa rakyat Papua punya hak untuk menentukan nasib sendiri sesuai dengan hukum internasional.

Konferensi soal Papua itu merupakan pertama kalinya di luar negeri. Ikuti keterangan Benny Wenda, ketua Free West Papua di Inggris kepada Radio Nederland.

Konferensi itu membahas mengapa rakyat Papua ditekan dan harus ikut kemauan negara-negara asing selain Indonesia, di antaranya Amerika dan Belanda. Rakyat Papua selalu merindukan hak-haknya yang menurut standar hukum Internasional.

"Itu yang menjadi akar masalah di Indonesia sejak tahun 1963 di mana Indonesia secara ilegal menguasai tanah Papua. Sampai hari ini terjadi pembunuhan, pemenjaraan, pemerkosaan di mana-mana."

Tiga kesepakatan
Konferensi tersebut juga menilai dan melihat kembali apa yang terjadi. Sebetulnya ada tiga kesepakatan, namun sampai saat ini belum diumumkan secara resmi. Poin terakhir adalah rakyat Papua punya hak untuk menentukan nasib sendiri sesuai hukum internasional.

Benny Wenda menjelaskan, referendum Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat, red.) yang terjadi sesuai kesepakatan New York ternyata tidak dilaksanakan di lapangan. Yang harus terjadi, tambah Benny Wenda, adalah one man one vote.

Namun rakyat Papua tidak pernah memilih dan tidak pernah dipilih. Indonesia sebetulnya sudah setuju hal tersebut tapi tidak pernah dilaksanakan di Papua.

Kerusuhan
Sementara itu kerusuhan yang terjadi di Papua beberapa hari terakhir, menurut Benny Wenda, sebetulnya sudah "diatur," sehubungan dengan adanya konferensi tersebut. "Dua hari sebelumnya sudah ada kekerasan di mana-mana. Ini merupakan skenario supaya militer ada di Papua. Supaya dunia luar melihat bahwa rakyat Papua itu menciptakan kekerasan."

Benny Wenda menduga skenario tertentu dilakukan intelijen Indonesia dengan militer. Jadi yang terjadi setiap acara yang menyangkut kegiatan konferensi seperti ini selalu saja ada. Ini bakal pertanyaan besar oleh dunia.

Konferensi sehari soal Papua itu diikuti oleh 150 wakil Papua di seluruh dunia dan juga perwakilan kelompok hak-hak azasi manusia.
02.00 | 0 komentar

Konferensi di Inggris, Papua Bergejolak

2 Agustus 2011 - 2:47pm

Beberapa hari terakhir Papua bergejolak. Senin (01/08) terjadi insiden penembakan yang menewaskan 4 orang. Sementara itu di Oxford, Inggris, Selasa (02/08) digelar Konferensi Para Pengacara Untuk Papua (ILWP). Salah satu agendanya adalah membahas status Papua sebagai bagian dari Indonesia. Dua peristiwa ini ada kaitannya, demikian menurut Fritz Ramandey dari Komnas HAM Papua. 

"Di Papua kalau ada agenda besar seperti ini biasanya diikuti dengan ekses," kata Ramandey. Kepada Radio Nederland ia menjelaskan di Jayapura muncul berbagai demonstrasi mendukung konferensi ILWP di Inggris.
"Menurut hasil pemantauan sementara Komnas HAM ekses ini dampaknya adalah satu terjadi eskalasi di tingkat lokal. Kedua, ini dijadikan justifikasi oleh tentara untuk melakukan tindakan kamtibnas (kemanan dan ketertiban nasional, red.). Atas nama menegakkan keamanan di wilayah mereka bisa melakukan tindakan."
Lokasi sama
Pihak kepolisian sendiri menuduh Organisasi Papua Merdeka berada di balik serangan yang menewaskan tiga pria dan satu perempuan di Desa Nafri Jayapura itu. Namun, OPM seperti yang dikutip oleh berbagai media di Indonesia menyangkal keterlibatan mereka.
Menurut Fritz Ramandey, OPM memang sering dikaitkan dengan aksi penembakan yang dilakukan oleh warga sipil. Tapi, sampai saat ini belum ada pelaku yang ditangkap sehingga belum bisa dipastikan apa latar belakang penembakan ini. Menurut Ramandey, ini adalah kedua kalinya terjadi insiden penembakan di lokasi yang sama.
"Sebenarnya kalau dilakukan penyisiran pasti bisa teridentifikasi ke mana para pelaku bergerak. Tempatnya sangat mudah untuk dilokalisir oleh polisi. Tapi sampai saat ini belum ada pelaku yang ditangkap. Namun demikian, kami mencoba tetap percaya kepada pihak kepolisian untuk mengungkap siapa pelaku penembakan."
OPM
Yang menarik dari insiden ini, menurut Ramandey, adalah dikeluarkannya pernyataan dari OPM. "Ini adalah pertama kali mereka mengeluarkan pernyataan yang menyatakan tidak bertanggung jawan. Dalam insiden-insiden sebelumnya mereka tidak melakukannya," kata Ramandey.
Beberapa tahun lalu Panglima OPM Richard Hans Youweni menyerukan untuk menghindari pemakaian cara-cara kekerasan. Menurut Ramandey OPM tidak punya peralatan yang memadai untuk melakukan serangan, apalagi terhadap polisi/TNI. "OPM mendukung proses dialog. Itu yang penting," kata Ramandey.


01.57 | 0 komentar

Kasus HAM Papua Direkap

Written By Unknown on Minggu, 24 Juli 2011 | 00.19

Sabtu, 23 Juli 2011

Ferdinand Marisan
JAYAPURA - Dengan sponsor sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) dari Amerika Serika dan Negara-Negara Eropa (Uni Eropa), Elsham Papua berusaha mengumpulkan (merekap) dugaan kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua selama Papua berintegrasi ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Koordinator Elsham Papua Ferdinand Marisan,S.Sos kepada Bintang Papua mengungkapkan, proses pengumpulannya telah selesai. “Kita sudah melakukan pengumpulan data tentang kasus-kasus HAM (Hak Asasi Manusia) di Papua sejakTahun1969 hingga Tahun 2010,” ungkap Ferdinand Marisan,S.Sos kepada Bintang Papua, baru-baru ini
Dikatakan, pihaknya sudah menyelesaikan pengumpulan data pelanggaran HAM tersebut. “Pengumpulan data kita lakukan dari Bulan Februari 2011 dan telah selesai April 2011 kemarin,” jelasnya. Saat ini, Elsham sedang berupaya menyusun data-data yang berhasil dikumpulkan dalam bentuk buku. “Nanti kita susun laporan dalam bentuk buku dan diperkirakan baru bisa kita keluarkan Oktober 2011 mendatang,”jelasnya.
Pengumpulan data tersebut, pihak Elham bekerjasama dengan sebuah LSM dari Amerika Serikat ICTJ (International Center Transisional Justice), yang didukung Uni Eropa.(wp)
00.19 | 1 komentar

Clinton Harus Singgung Masalah HAM di Indonesia

Sabtu, 23 Juli 2011

Human Rights Watch mendesak agar menlu Amerika Hillary Clinton menekankan pelanggaran HAM yang dilakukan militer, kebebasan berekspresi dan hak-hak kelompok minoritas. Clinton mengunjungi Indonesia Kamis (21/07). Berikut wawancara dengan Rafendi Djamin, aktivis HAM kepada Radio Nederland.

Menurut Rafendi Djamin, selain kekejaman terhadap wartawan, kebebasan berekspresi di Indonesia juga terancam dengan RUU Rahasia Negara baru. Namun secara umum apa yang didesak oleh HRW adalah hal yang seharusnya dilakukan dalam konteks hubungan Indonesia dan Amerika.
Bantuan Amerika terhadap Indonesia antara lain adalah kerjasama pendidikan militer. Kerjasama itu dilanjutkan sejak tahun lalu. Berdasarkan komitmen sebelum kerjasama berlangsung, Indonesia berjanji untuk melakukan proses seleksi pengembangan karier perwira berdasarkan catatan hak-hak azasi manusianya yang ketat.
Termasuk juga eksekusi terhadap anggota-anggota TNI yang melakukan tuduhan pelanggaran HAM. "Ternyata janji tersebut tidak dipenuhi dengan maksimal. Contoh yang paling jelas adalah kasus penyiksaan yang dilakukan oleh prajurit TNI di Papua. Pengadilannya hanya bersifat indisipliner. Itu kan tidak memenuhi janji. kasarnya gitu."
Kebebasan Berekspresi
Yang dituntut oleh Human Rights Watch adalah hal yang bersifat spesifik yaitu berkaitan dengan kriminalisasi terhadap wartawan yang berupaya untuk mengungkapkan terutama kasus-kasus korupsi. "Bahkan ada pula ancaman-ancaman fisik terhadap beberapa wartawan tersebut."
Yang lebih memprihatinkan saat ini adalah Indonesia menghadapi tantangan berkembangnya sifat yang sangat intoleran yang dapat menimbulkan berbagai macam kekerasan terhadap kelompok-kelompok minoitas terutama kelompok minoritas agama, Ahmadiyah, kristen atau kelompok aliran kepercayaan lain.
"Itu ada kencenderungan yang meningkat dan menjadi ancaman serius bagi proses demokrasi dan legitim diangkat oleh Clinton untuk menanyakan bagaimana perkembangan perlindungan kelompok minoritas agama ini."
Ancaman RUU Baru
UU saat ini menurut Rafendi Djamin yang potensial mengancam kebebasan berekspresi adalah UU Rahasia Negara dan UU yang berkaitan denga intelijen. Keduanya belum diadopsi DPR.
Kedua RUU itu baik langsung atau tidak langsung akan punya pengaruh terhadap kebebasan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi atau UU yang lain. "Padahal, kita juga punya UU terhadap akses informasi, dan kita punya komisi informasi publik dan KPI Komisi Penyiaran Indonesia, itu semua sudah cukup memadai untuk kebebasan berpendapat."

http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/clinton-harus-singgung-masalah-ham-di-indonesia
00.02 | 0 komentar

Bahasa Lokal Papua Terancam Punah

Written By Unknown on Sabtu, 23 Juli 2011 | 23.58

 Sabtu, 23 Juli 2011

Yoseph Wally, seorang peneliti di Universitas Cendrawasih Jayapura mengatakan bahasa lokal mulai punah.


Bahkan di sejumlah desa yang dikunjungi, penduduknya sama sekali tidak mengerti bahasa lokal. Di Papua terdapat 200 bahasa tradisional, namun saat ini kebanyakan hanya digunakan kurang lebih seribu orang dan terkonsentrasi di satu desa. Bahasa Indonesia jadi bahasa utama penduduk di bawah 40 tahun, baik di kota maupun di pedalaman.

Sering ada tuduhan bahwa pemerintah sengaja menganakemaskan bahasa Indonesia sebagai bagian integrasi. Namun departemen kebudayaan mengatakan mustahil memelihara bahasa yang tidak lagi digunakan sehari-hari. Namun Yoseph Wally yakin bahasa tradisional Papua bisa dilestarikan melalui seni dan budaya.

Universitas Oxford Inggris saat ini sedang merekam Emma, Enos dan Anna, tiga warga Papua terakhir yang masih bicara bahasa Dusner.

Lebih dari 200 bahasa punah di seluruh dunia selama 3 generasi terakhir dan 2500 terancam punah. Demikian daftar UNESCO.
23.58 | 0 komentar

Resolusi Uni Eropa Soal Indonesia Tak Bergigi?

Written By Unknown on Selasa, 19 Juli 2011 | 00.06

Senin, 18 Juli 2011

Parlemen Eropa mengadopsi resolusi soal HAM di Indonesia yang antara lain juga merujuk ke serangan terhadap minoritas agama seperti Kristen dan komunitas Muslim Ahmadiyah. Langkah ini menyusul sebuah resolusi yang diteken 38 anggota di parlemen Inggris, surat keprihatinan yang ditandatangani anggota Kongres AS dan resolusi di parlemen Swedia, yang semuanya menyoroti penganiayaan kekerasan minoritas di Indonesia.


Resolusi Parlemen Eropa mengungkapkan "keprihatinan di insiden kekerasan terhadap kelompok agama minoritas, khususnya Ahmadiyah, Kristen, Baha'i dan Buddha..., " menyerukan pemerintah Indonesia untuk mencabut atau merevisi SKB 3 Menteri tentang Ahmadiyah yang menurut resolusi rentan penyalahgunaan. Apakah resolusi ini bakal bisa membawa perbaikan akan situasi di Indonesia?
Menurut Florian Witt, penasihat politik delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, resolusi adalah hal yang lazim dikeluarkan Parlemen Eropa, yang merupakan sebuah lembaga independen yang dipilih langsung rakyat negara-negara anggota Uni Eropa. Dalam hal ini parlemen memang sering mengeluarkan resolusi tentang HAM di negara ketiga.
Bagaimana dengan resolusi untuk Indonesia ini? Apa ada tujuan khusus? Menurut Florian, resolusi kali ini untuk menitikberatkan atau menegaskan bahwa Parlemen Eropa prihatin dengan beberapa kejadian (yang berhubungan dengan kekerasan antar agama,terutama atas kelompok minoritas) akhir-akhir ini di Indonesia.
Konsekuensi
Florian Witt menjelaskan, ini adalah sebuah resolusi jadi secara gamblang tidak ada konsekuensi langsung untuk Indonesia.
Bagaimana dengan kritik yang mengatakan Uni Eropa tidak perlu ikut campur dalam urusan dalam negeri Indonesia? Florian menjawab, tidak bisa berkomentar jika ada statement dari pihak lain tentang hal tersebut. Menurutnya, "Yang penting kita punya dialog reguler dari Indonesia yang berjalan dengan sangat baik."
Selain mengeluarkan resolusi, apa ada usaha lain yang bisa dibilang lebih konkrit dari Uni Eropa untuk memperbaiki kondisi di Indonesia saat ini? Yang menggembirakan adalah adanya dialog tahunan dalam bidang HAM antara Indonesia dan Uni Eropa. Dalam dialog dibicarakan hal-hal yang terkait dengan HAM. Selain itu dibicarakan juga kerja sama apa saja yang akan dijalankan dalam bidang tersebut.
Tak Memaksa
Memang Uni Eropa tidak bisa misalnya mengikat atau "memaksa" pemerintah Indonesia dalam hal ini. Florian menambahkan, sebelum menyetujui untuk melakukan kerja sama, harus ada lampu hijau dulu sebelumnya dari kedua belah pihak.
Membaik
Tapi menurut Florian, situasi HAM di Indonesia secara umum sudah banyak mengalami perkembangan selama dekade terakhir, ini juga bisa dilihat dari dialog tahunan Uni Eropa- Indonesia yang berjalan dengan sangat baik.

http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/resolusi-uni-eropa-soal-indonesia-tak-bergigi
00.06 | 1 komentar

Blog Archives

Total Tayangan Halaman