Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Sebanyak 450 Anggota TNI Dari Palu Akan Dikirimkan Ke Papua

Written By Unknown on Rabu, 06 Agustus 2014 | 03.30

ilustrasi - pasukan yang akan diberangkatkan
untuk menjaga perbatasan RI Papua-Papua Nugini
 selama enam bulan. (arsip/ANTARA FOTO/Yusran Uccang)

Palu  - Sebanyak 450 anggota Batalyon Infanteri 711/Raksatama Palu disiapkan untuk mengamankan daerah perbatasan Indonesia dan Papua Nugini di wilayah Merauke, Papua.


Komandan Batalyon 711/Raksatama Letkol Inf Sapta Budi Purnama di Palu, Selasa, mengatakan sebelum diterjunkan ke wilayah perbatasan pada September 2014, mereka melakukan latihan pratugas tahap II di wilayah Bangga, Kabupaten Sigi.


Dipilihnya wilayah Bangga karena daerah tersebut memiliki kemiripan kondisi geografis dengan lokasi di Merauke sehingga personel tidak terlalu kaget saat bertugas.


Latihan Satuan Tugas Operasi Pengamanan Perbatasan RI-Papua Nugini tersebut berlangsung selama dua pekan hingga 15 Agustus 2014.


Sapta Budi mengatakan materi latihan tersebut antara lain komunikasi sosial kepada masyarakat, operasi intelijen, operasi militer selain perang, dan pendekatan kepada masyarakat.


Pasukan Batalyon Infanteri 711/Raksatama tersebut akan bertugas selama sembilan bulan di perbatasan RI-Papua Nugini di Papua menggantikan Batalyon Infanteri 715/Mololiatu, Gorontalo.


Pasukan Yonif 711/Raksatama nantinya akan digantikan Yonif 713/Satyatama Gorontalo.


Pada umumnya pengamanan perbatasan RI-Papua Nugini itu melibatkan tiga batalyon yang berkoordinasi dengan sebuah brigade infanteri (brigif). 


Saat ini Yonif 711/Raksatama Palu dan dua yonif yang akan dan sudah bertugas di perbatasan itu berada di bawah koordinasi Brigadir Infanteri 22/Otamanasa, Gorontalo.


Sementara jumlah keseluruhan pasukan TNI yang bertugas di perbatasan RI-Papua Nugini itu mencapai 1.900 personel yang dipimpin oleh Komandan Sektor Operasi Pengamanan Perbatasan RI-Papua Nugini Kolonel Inf I Ketut Gede Wetan yang juga Komandan Brigif 22/Otamanasa. 
Editor: Aditia Maruli
03.30 | 0 komentar

"Orang Papua Bisa Ditembak Kibarkan Bendera Bintang Kejora, Kenapa Bendera ISIS Bebas?"

Pasukan ISIS berparade di kota Raqqa, Suriah.
JAKARTA, KOMPAS.com — Pendeta asal Papua, Rev Karel Phil Erari, dari Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), menyesalkan ketidaktegasan Pemerintah Indonesia dalam menindak warga negara yang mendukung dan bergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Ia meminta pemerintah tidak menerapkan standar ganda dalam menanggapi ancaman perpecahan di Indonesia.
"Orang Papua melihat negara ini salah jalan. Saya prihatin dan bertanya kepada pemerintah, mengapa kelompok yang diimpor dari luar masih punya hak? Orang Papua bisa ditembak karena kibarkan bendera Bintang Kejora, kenapa bendera ISIS bebas?" kata Karel di Jakarta, Senin (4/8/2014).
Karel menolak masuknya ISIS ke Indonesia karena bisa memecah persatuan negara dengan mengganti Pancasila sebagai dasar negara.
Di sisi lain, ia mengapresiasi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto yang meminta warga negara untuk tidak mendukung dan bergabung dengan ISIS.
Namun, ia berharap pemerintah memberi tindakan yang sama kepada mereka yang bergabung dan mengajak warga negara lain untuk mendukung ISIS.
"Jangan ada standar ganda karena kita sama Indonesia. Pemerintah harus bisa menjamin hak hidup warganya. Selama ini, Papua selalu menyebut ingin lepas (dari NKRI). Kalau pemerintah tidak bisa menjamin hak hidup kami, tentu saja kami ingin lepas," pungkasnya.
Sumber : www.kompas.com
02.27 | 0 komentar

Kutuk 45 Tahun PEPERA, AMP Akan Gelar Aksi Damai

Written By Unknown on Selasa, 05 Agustus 2014 | 20.27

Yogyakarta - Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] wilayah Yogyakarta - Jawa Tengah akan kembali menggelar aksi demonstrasi pada tanggal 06 Agustus 2014, yang dipusatkan di kota Yogyakarta. Aksi kali ini merupakan bentuk penyikapan yang dilakukan oleh Mahasiswa Papua yang tergabung dalam AMP untuk mengutuk pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA), yang dilaksanakan 45 tahun silam (14 Juli - 02 Agustus 1969) di West Papua, yang dimana pelaksanaan PEPERA pada 45 tahun silam ini, telah dilaksanakan secara tidak demokratis dan penuh dengan manipulasi yang mengakibatkan rakyat Papua terjebak dalam penjajahan Kolonial Republik Indonesia, atas bantuan negara Inprealis Amerika Serikat dan atas persekongkolan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] sendiri berencana menggelar aksi besok (Rabu-red) 06 Agustus 2014, dengan rute aksi : Asrama Mahasiswa Papua "KAMASAN I" di Jl. Kusumanegara No.119 Yogyakarta menuju Titik Nol KM (Kantor Pos Besar) Yogyakarta. Rencananya aksi akan digelar pada pukul 09:00 Waktu Kolonial Hingga Selesai. (Selengkapnya dapat dilihat di www.ampjogja.blogspot.com).

Dalam aksi yang akan digelar besok, Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] akan menggelar aksi gabungan, untuk wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah, selain itu, AMP wilayah Jawa Barat dan Jakarta juga akan menggelar aksi yang sama di kota Bandung, sedangkan AMP wilayah Jawa Timur, akan menggelar aksi di kota Surabaya.

Untuk itu, Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] menyeruhkan kepada seluruh elemen rakyat Papua yang berada di daerah Jawa dan Bali untuk dapat terlibat dalam aksi damai yang akan digelar besok (Rabu, 06-08-2014).(rk)

20.27 | 0 komentar

Enden Wanimbo: Tidak Satupun Pasukan Saya Terluka

Written By Unknown on Sabtu, 02 Agustus 2014 | 01.29

Terkait pemberitaan media NKRI bahwa pasukan gabungan TPN/Polri menembak mati 5 anggota OPM kemarin (1 Agustus 2014) PMNews melakukan hubungan langsung dengan Komandan pasukan Tentara Revolusi West Papua yang melakukan penyerangan yang menewaskan pasukan Polri pada 28 Juli 2014. Ditanya kenapa situasi yang aman di Lanny Jaya menjadi tidak aman lagi gara-gara penembakan yang dilakukan di bawah komando-nya Enden Wanimbo,
“Kami tidak jual, polisi yang jual, kami hanya beli. Polisi kolonial Indonesia selama di Tanah Papua tidak diperintahkan untuk menjaga keamanan tetapi menciptakan ketidak-nyamanan dan kekacauan, jadi kami tegur supaya mereka berhenti buat ulah di Tanah Papua,”
kata Wanimbo.
Ketikan PMNews tanyakan lagi tentang korban jatuh sebagaimana diberitakan media NKRI pada hari ini sebanyak 5 orang, Wanimbo kembali menyatakan,
“Yang Indonesia bunuh itu masyarakat tidak berdosa di kampung. Tidak ada perintah pasukan saya untuk tinggal dikampung dan bergabung dengan masyarakat. Itu bukan cara kerja gerilya. Kita setelah menyerang sudah ambil posisi aman. Jadi kalau yang mereka tembah itu benar, itu pasti masyarakat sipil, karena semua pasukan saya sudah aman dan tinggal di posisi seperti diperintahkan.
Masih menurut Enden lagi,
Kalau orang Papua mati, pasti ada acara duka, ada keluarga yang tahu mereka meninggal, jadi coba cek saja ke orang Papua. Pasti kalau itu NKRI tembah, itu masyarakat sipil. Itu pasti, itu pasti! kasih tahu semua rakyat Papua bahwa kami tidak berperang sebodoh itu.
Komandan yang satu ini memang tidak seperti komandan lainnya yang selama ini berkomunikasi dengan PMNews, karena Komandan Wanimbo selama menerima telepon selalu mengeluarkan suara-suara semangan dan kata-kata membakar semangat. Ia katakan misalnya,
Barang sudah “go international”, jadi coba Bupati, Gubernur, semua orang Papua yang ada di bagaian Barat New Guinea ini dukung perjuangan kami. Orang Papua di sebelah Timur, mulai rakyat biasa sampai Gubernur DKI Port Moresby dan Perdana Menteri saja sudah mendukung. Jadi siapa saja yang tidak mendukung akan menyesal dan hidup kesasar di pulau-pulau terpencil di wilayah NKRI nanti sama dengan nasib teman-teman Melanesia dari Timor Leste yang terdampar sana-sini sampai ke Tanah Papua. Kita harus pintar baca situasi lokal dan internasional.
Sekali lagi kami tanyakan apakah benar 5 orang anggotanya telah ditembak mati oleh pasukan NKRI, Ende Wanimbo menyatakan, “Maaf saya lahir satu kali, mati satu kali, jadi yang saya bilang itu sudah, jangan tambah-tambah , jangan kurangi.”
Demikian PMNews sampaikan kepada semua pihak di seluruh dunia, berita KEBENARAN, fakta dari lapangan Tanah Papua, dari Rimba Raya New Guinea, untuk diketahui seluruh rakyat West Papua dan seluruh masyarakat Melanesia di manapun Anda berada.

01.29 | 0 komentar

TNI-POLRI Bakar 2 Gereja dan Sejumlah Rumah Warga di Kab. Lanny Jaya

Lanny Jaya - Pasca terjadinya penembakan oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua West Papua (TPN-WP) beberapa hari lalu, yang menewaskan dua orang anggota Brimob dan satu anggota TNI di Distrik Pirime, Kabupaten Lanny Jaya, Polda Papua beserta Pangdam XVII Cenderawasih menerjunkan sejumlah pasukan tambahan ke Kab. Lanny Jaya, guna melakukan pengejaran terhadap Tentara Pembebasan Nasional West Papua yang ada di Lanny Jaya, seperti yang telah diberitakan oleh beberapa media lokal Papua(www.tabloidjubi.com), dan beberapa media Indonesia. 
Penambahan sejumlah pasukan militer Indonesia di Lanny Jaya bertujuan untuk melumpuhkan pergerakan para Pejuang Kemerdekaan West Papua, yang terus bergerilya dengan tujuan mengusir penjajah Indonesia keluar dari wilayah West Papua. Namun nyatanya tujuan penambahan pasukan yang dilakukan oleh Polda Papua dan Pangdam XVII cenderawasih ke Kab. Lanny Jaya, ini justru melakukan tindakan membabi buta terhadap rakyat sipil yang ada di distrik Pirime, Kab. Lanny Jaya. 
Dari informasi yang berhasil kami himpun dari lokasi kejadian menyebutkan bahwa, sejumlah pasukan gabungan (TNI-POLRI) yang diterjunkan ke Distrik Pirime ini, telah membakar sejumlah rumah Rakyat Sipil, dan dua buah Bangunan Gereja, serta berbagai fasilitas umum yang ada di distrik tersebut, yang mengakibatkan trauma agi warga setempat, yang mengakibatkan rakyat sipil yang ada di Distrik Pirime ini harus mengungsi dan melarikan diri ke hutan-hutan demi menghindari tindakan membabi buta yang dilakukan oleh TNI-POLRI.
Selanjutnya diinformasikan bahwa, sejak terjadinya kontak senjata antara Militer Indonesia dan Tentara Pembebasan Nasional West Papua pagi tadi hingga malam ini, TPN-WP berhasil menembak tiga orang anggota Brimob dan satu anggota TNI. Dan ketika kami tanyakan terkait pemberitaan media Indonesia yang menyebutkan adanya 5 anggota TPN-WP yang ditembak oleh militer Indonesia, Informen membantah pemberitaan tersebut, dan menyatakan bahwa pemberitaan tersebut sangatlah tidak benar, tidak ada anggota TPN-WP yang gugur hingga saat ini, termaksud rakyat kami. (wp)





01.25 | 0 komentar

Peristiwa Arfai 1965 Dalam Cerita Mantan Tapol Papua Yulius Inaury (Tamat)

Written By Unknown on Kamis, 31 Juli 2014 | 12.38

Yulius Inaury Bersama Istri
dan Kerabat di Pulau Mambor (Jubi/Aprila)
Jayapura, 30/7 (Jubi) – Kisah Permenas Awom, tokoh sentral dalam gerakan bersenjata di Papua pada Peristiwa 28 Juli 1965 di Arfai, Manokwari dalam cerita Mantan Tapol Papua, Yulius Inaury.

Permenas Awom adalah salah sersan  pasukan PVK. Menurut Yulius, Oermenas laki-laki yang ganteng dan jago. Dia penembak ulung dari Batalyon Papua. Dialah yang memimpin pasukan menyerang pasukan Indonesia yang mendarat di Pulau Gak, Raja Ampat, kurang lebih pada Tahun 1963.

“Dia kasih habis semua pasukan Indonesia,” kata Yulius.

Pada saat itu mereka masih bergerilya, sebelum Peristiwa Arfai 1965 pecah dan perlawanan itu dimulai dari Sorong, Raja Ampat. Permenas diperintahkan Komandan PVK, seorang Belanda. Permenas sendiri adalah komandan operasi, sehingga  berpindah-pindah tempat. Bila ada pendaratan tentara Indonesia, Awom yang berangkat.

“Isterinya ada, ada anak juga kalau tidak salah. Awom tinggal di Kuwawi, Manokwari,”tutur Yulius pada tabloidjubi.com di Pulau Mambor, akhir Juni 2014 lalu.

Beberapa nama yang sempat diingat Yulius berada bersama-sama dirinya ke Jawa dengan Kapal Raden Saleh ke Jawa adalah Ruben Samber (guru), ada juga almarhum Agus Inaury. Ia adik kandung Yulius Inaury. Agus ditangkap karena punya marga yang sama, padahal dia baru pulang sekolah pendeta. Ada juga Neles Wader juga terakhir jumpa di Manokwari. Entah sekarang masih hidup atau tidak.

“Kalau Permenas, katanya dorang kirim di ke Jawa untuk ditahan, padahal dorang tipu. Dorang borgol dia kaki dan tangan. Sampai di kapal perang dorang isi dia di karung, lalu ditembak saat kapal dekat Pulau Lemon, antara Ransiki dan Manokwari, di belakang Pulau Mansinam,”tutur Yulius dengan mata berkaca-kaca.

Lanjutnya, jenazah Permenas kemudian dibuang dan ditenggelamkan di Perairan Pulau Mansinam oleh Tentara Indonesia setelah sebelumnya ditahan di sel Kodim Manokwari setelah pelaksanaan Pepera 1969.

“Dorang bujuk dan membayar kepala suku Arfak di Maniambo di perdalaman, bapa piaranya Permenas,”lanjut ayah  Anance Inaury ini.

Menurut Yulius, Tentara Indonesia ini kemudian menyewa bapa piara Permenas untuk ‘mengerjakan’ dan menyiapkan dua butir peluru yang akan dipergunakan menembak Permenas. Peluru biasa tidak akan masuk kecuali melalui bapa piaranya yang ‘melengkapi’ Ferry ini.

“Kisah ini diceritakan istri Ferry, seoraang perempuan Doreri pada saya,” tutur Yulius Inaury lagi.

Selain itu, Yulius dan kawan-kawan masih memiliki barisan intelijen yaitu anak-anak sekolah ikut pasukan Kodim. Sebagian cerita ini didapat dari barisan intelijen ini. Ada yang bahkan melihat saat Permenas ditembak dan dibuang ke laut. Waktu jenasah Permenas terdampar di Belakang Pulau mansinam, tidak ada orang yang berani mendekat tetapi istrinya yakin itu suaminya. Wajah memang sudah hancur dan tidakdapat dikenali lagi.

“Istrinya hanya bisa mengenali suaminya dari cincin kawin mereka pada jenasah Awom.  Istri dan keluarganya kemudian memakamkan sang tokoh legendaris ini di Pulau Mansinam,” ungkap Yulius.

Hingga saat ini, makam sang tokoh gerakan bersenjata ini masih belum diketahui khalayak umum. Bahkan, cerita yang beredar di masyarakat Papua bahwa Permenas dibuang ke laut dan tidak ditemukan jenazahnya.

Kembali ke Peristiwa Arfai 1965, Yulius dan rombongan berjalan kaki dari Manokwari, turun ke Prafi dan kemudian bergabung dengan pasukan Permenas di Pantai Nuni. Di sana, Permenas memeluk Yulius dan menangis sekaligus menyesal karena keberadaan Yulius dalam pasukan ini karena Yulius adalah seorang guru. Tetapi, Yulius menjawab Permenas, mau tidak mau, dirinya harus bergabung dari pada akhirnya disiksa di kota. Walau akhirnya semua anak buah  Permenas ditangkap dan disiksa.

“Saya termasuk salah satu yang mendeklarasikan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Organisasi Papua Merdeka nama yang kami berikan pada kami yang melangsungkan rapat di Vanindi, di satu rumah di pinggir jalan, dekat tikungan, ada Toko May. Di tempat itu nama OPM lahir,” kenang Yulius dengan mata semakin sembab.

Ternyata, dalam rapat Yulius dan teman-temannya tidak mengetahui seorang intel kodim, Orang Ansus yang kemudian melaporkan Yulius dan kawan-kawannya yang akhirnya menjadi target operasi Tentara Indonesia.

“Permenas mau bergerak selamatkan masyarakat saat itu karena keadaan Manokwari sudah terlaku rusak. Pada waktu yang sama, pasukan PBB sudah turun di Manokwari dan mendirikan Kantor Residen, dipimpin seorang Prancis,” kata Yulius.

Saat Pepera 1969, Yulius sudah  berada di Jawa karena pengkondisian. Indonesia tidak ingin Pepera 1969 kacau. (TAMAT) (Jubi/Aprila)

12.38 | 0 komentar

Blog Archives

Total Tayangan Halaman