Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Ada Peserta Menolak dan Menuntut Dilakukan Refrendum

Written By Unknown on Rabu, 26 Januari 2011 | 13.17

PESERTA : Saat sosialisasi anggota MRP di Biak, Selasa [25/1] , Sejumlah peserta mengemukakan penolakan MRP dan malah minta agar pemerintah melakukan Refrendum.

BIAK  – Sosialisasi tentang pemilihan anggota Majelis Rakyat Papua [MRP] yang dilakukan Panitia Pemilihan anggota Majelis Rakyat Papua [MRP] di gedung wanita Biak, Selasa [25/1], diwarnai ketegangan. Lantaran sejumlah peserta secara terang-terangan menolak pemilihan anggota MRP, bahkan peserta ada yang menuntut dilakukan Refrendum.

Hal ini mengemuka saat memasuki sesi tanyajawab, sejumlah peserta menyampaikan pertanyaan gemukakan tentang penolakan tentang keberadaan MRP itu sendiri, dan meminta agar panitia segera menghentikan segala bentuk pentahapan terkait memilih anggota MRP periode 2010-2015 itu.
Bahkan, saat memasuki sesi tanyajawab, sejumlah peserta menuntut agar pemerintah segera melakukan referendum menuju pembebasan politik rakyat Papua, karena menilai MRP yang nota bene untuk merepresentasikan aspirasi rakyat rakyat Papua, dan juga lahir dari UU Otsus No 21 tahun 2001 itu, telah gagal total.
Permintaan referendum itu mengemuka saat penanya pertama, Marike Rumbiak yang berasal dari perwakilan perempuan, Dewan adat Byak itu, menyampaikan pandangannya tentang sejumlah pelanggaran HAM dan kekerasan terhadap Orang Papua selama ini. Menurut Marike, ia memiliki sejumlah bukti dan data, bahwa keberadaan MRP pada periode lalu tidak dapat berbuat apa-apa terkait aspirasi yang disampaikan orang asli Papua untuk menyelesaikan sejumlah pelanggaran yang dinilai melanggar HAM tersebut. “Saya mewakili perempuan dari Dewan adat Byak meminta agar sosialisasi ini dibubarkan, dan tidak ada pemilihan MRP untuk perwakilan Perempuan dari Biak ini,” pinta Marike dengan suara keras
sambil berjalan menuju meja panitia sembari menyerahkan photo-photo kekerasan terhadap orang Papua. Dan sontak seluruh peserta pun bertepuk tangan sambil berdiri.
Demikian penanya kedua, Gerald Kafiar yang mengaku mewakili adat Byak, juga dengan suara lantang ia menyampaikan agar anggota MRP periode lalu dapat dihadirkan pada sosialisasi tersebut, sehingga dapat memberi penjelasan tentang apakah MRP itu perlu dilanjutkan atau tidak. Atau setidaknya kata Gerald, anggota MRP yang lama itu dapat menyampaikan penjelasan tentang apa yang mampu diperbuat oleh MRP pada periode lalu. “Kami dewan adat menolak dengan tegas pemilihan MRP ini. MRP merupakan boneka yang sedang dibentuk untuk memecah-belah persatuan rakyat Papua, jadi sebaiknya dihentikan,” tegasnya.
Namun demikian ada juga peserta menilai bahwa proses yang telah ditentukan pemerintah dalam pemilihan anggota MRP itu, agar tetap dibiarkan berjalan, sedangkan tuntutan politik [Refrendum] yang mengemuka pada sosialisasi itu, hendaknya dapat disampaikan melalui mekanisme lain, dan diluar dari pada acara Sosialisasi MRP yang sedang berlangsung.
Menanggapi sejumlah pertanyaan serta usulan yag disampaikan, anggota tim sosialisasi yang berasal dari akademisi diantaranya, Frans Reumi menyampaikan kepada sekitar 240 orang peserta yang hadir, aspirasi yang disampaikan terkait Refrendum dan sebagainya diluar dari konteks pembahasan anggota MRP, agar disampaikan melalui jalur dan mekanisme lain. “Jangan di campur-aduk urusan Politik dengan peraturan maupun perundang-undangan. Kami datang dari Jayapura untuk melakukan sosialisasi terkait pemilihan anggota MRP, dan diluar dari pada konteks itu, kami tolak untuk berkomentar,” ujar Frans Reumi.
Sementara itu, tim fasilitator sosialisasi, Jimmy Murafer, ketika dikonfirmasi usai kegiatan mengatakan, pihak fasilitator tidak akan terpengaruh terkait dengan penolakan pemilihan MRP dari Dewan adat maupun unsur perempuan dari wilayah IV Biak dan Supiori itu. “ Tahapan tetap jalan. Hingga Tiga hari kedepan, panitia akan membuka pendaftaran bagi lembaga/ kelompok untuk segera diferifikasi hingga pelantikan anggota MRp pada 12 Pebruari 2011 mendatang.’’
Jika ada yang mendaftarkan lembaganya, maka tentunya akan diferifikasi. Dan jika tidak ada yang mengajukan, berarti tidak ada yang diferifikasi. Saya kira itu intinya,” kata Jimmy, yang seharinya menjabat sebagai kepala bidang pengkajian masalah strategis pada Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlidungan masyarakat provinsi Papua.[wp]

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tuliskan Komentar Anda di Sini !!!