Filep Jafis Spener Karma dan putri sulungnya Audryne Karma.(Jubi/ist) |
Jayapura,30/7(Jubi)-Filep Karma adalah putra pertama keluarga Andreas Karma dan Mama Noriwari. Andreas Karma pernah menjabat Bupati selama 20 tahun. Sepuluh tahun menjadi Bupati Jayawijaya dan sepuluh tahun Bupati Yapen Waropen.
Andy Ajamiseba, putra Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong(DPR GR) Provinsi Irian Barat, Dirk Ajamiseba. Sebagai pebisnis dan pengusaha sukses di blantika musik Indonesia, ia juga ikut mendirikan PT Bintuni Baru(BB) dan bergerak dalam usaha perdagangan.
Begitu pula dengan Zeth Rumkorem, pernah mengikuti pendidikan militer, pada Pusat Pendidikan Perwira Infantri di Bandung, dan berpangkat Letnan Dua(Letda). Roemkorem seangkatan dengan Jenderal LB Moerdani. Ayahnya, Lukas Rumkorem, pejuang Merah Putih dengan pangkat penghargaan Major Tituler Angkatan Laut. Saat memimpin Perang Gerilya Organisasi Papua Merdeka, Zeth Roemkorem berpangkat Brigjen.
Filep Karma menempuh pendidikan tanpa halangan mulai sekolah di SD Kristus Raja, SMP Negeri I Dok V Jayapura. Dia juga berteman dengan putra Acub Zainal, Lucky Acub Zainal.
“Lucky dan saya dulu sekolah di SD Kristus Raja,”kata Filep Karma beberapa waktu lalu kepada tabloidjubi.com.
Dia menamatkan SMA Negeri Abepura dan melanjutkan studi ke Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Ilmu Administrasi Universitas Negeri Sebelas Maret di Solo. Pemimpin Biak Berdarah ini, sempat pula belajar dan studi resolusi konflik di Filipina.
Salah seorang pentolan Papua Merdeka, Bas Fairyo, adalah lulusan Akabri Kepolisian dengan pangkat Letnan Dua (Letda). Dia nekad masuk hutan, berjuang demi penegakan bendera Bintang Kejora. Padahal, dengan kedudukan dan lulusan Akabri Kepolisian tentunya, meraih sukses dalam karier dan penghasilan yang memadai. Mengapa mereka harus menanggalkan semua itu dan memilih berjuang demi kemerdekaan di Tanah Orang Papua?
Yance Hembring salah satu bekas anak buah Zeth Roemkorem mengaku bahwa Roemkorem sangat disiplin dan tegas. Hampir sebagian besar anak buahnya mahir menembak dengan menggunakan berbagai jenis senjata.
”Saya masuk ke hutan, ikut Brigjen Zeth Roemkorem pada 1978,”kata Hembring yang waktu itu berpangkat Kolonel.
Menurut Hembring, menjelang kemerdekaan Papua New Guinea(PNG) pada 16 September 1975, pihak pemerintah PNG mengundang Presiden Republik Papua Barat, Zeth Roemkorem untuk menghadiri kemerdekaan PNG. Ia diundang sebagao Presiden Republik Papua Barat karena pada 1 Juli 1971 Brigadir Jenderal Zeth Roemkorem memimpin dan membacakan proklamasi kemerdekaan Republik Papua Barat.
Sedangkan Jacob Pray waktu itu menjadi Ketua Parlemen.”Kita memakai sistem presidentil,”kata Hembring. Sayangnya, lanjut Hembring, menjelang keberangkatan ke PNG guna merayakan kemerdekaan 16 September 1975. Ketua DPR Republik Papua Barat juga ingin menghadiri perayaan.
“Inilah awal kedua pemimpin mulai beda pendapat,”katanya.
Akibat perbedaan pendapat ini menyebabkan kedua pemimpin pecah dan masing-masing mengklaim sebagai pejuang dan pemimpin Papua Merdeka.
Beruntung pada 11 Juli 1985, mendiang PM Republik Vanuatu Walter Lini memprakarsai kesepakatan damai antara kubu Pray dan kubu Zeth Roemkorem. Bahkan kedua pemimpin ini akhirnya keluar dari hutan Papua. Zeth Roemkorem berangkat ke Yunani dan meninggal di Belanda. Yacob Pray menetap di Swedia bersama Nick Meset, Dr Mauri, Amos Indey.
Andy Ajamiseba sukses dengan Group Band Black Brother di Jakarta dan berhasil membawa musisi Papua sejajar dengan pemusik Indonesia. Lagu Hari Kiamat menduduki tangga lagu-lagu populer se tanah Jawa dan seluruh Indonesia. Lagu Persipura Mutiara Hitam membangkitkan semangat sepak bola anak-anak Papua. Pasalnya Hengky Heipon kapten Persipura dan kawan-kawan meraih Piala Soeharto, 1976. Timo Kapisa dan Johanes Auri ikon Persipura di era 1976.
Andy Ajamiseba meninggalkan semua sukses itu, melanglang buana ke Eropa dan Pasifik Selatan mengampanyekan Papua Merdeka. Mengapa pilihan itu yang diambil? Bukankah masih banyak jalan lain yang bisa ditempuh? Begitulah langkah-langkah mereka untuk mewujudkan kehidupan dan masa depan yang lebih baik bagi orang Papua.
Para tokoh Papua yang tergabung dalam Tim Seratus juga pernah menghadap Presiden BJ Habibie untuk meminta agar Papua bisa bebas dan terlepas dari Republik Indonesia. Habibie hanya berpesan pulang dan renungkan kembali.
Terlepas dari perjuangan dan kemauan untuk memerdekakan orang Papua dari penindasan sesama bangsa. Fakta hari ini adalah bahwa Tanah Papua memiliki peluang untuk masuk ke dalam keluarga besar Ujung Tombak Persaudaraan Melanesia(MSG).
Hanya saja, kesamaan budaya dan ras Melanesia terkadang bukan jaminan untuk masuk dalam percaturan politik. Perlu kehati-hatian dalam membangun kepercayaan dan rasa kebersamaan guna mewujudkan cita-cita bersama. Apalagi dalam berpolitik, harus mampu mengorbankan kepentingan-kepentingan kelompok maupun pribadi demi sesuatu yang jauh lebih besar. (Jubi/dominggus a mampioper)
Sumber : www.tabloidjubi.com
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tuliskan Komentar Anda di Sini !!!