Tampak ketika Erda Kurniawan memberikan arahan kepada Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) KK Yogyakarta, pada sesi latihan untuk lagu "Jangan Diam Papua" |
Yogyakarta -- 'Ilalang Zaman', begitulah salah satu nama group band yang bermarkas di Yogyakarta.
Group ini adalah band multigendre yang beranggotakan tiga orang di antaranya, Yap Sarpote (Drummer), Sabina Thipani (Vocalis, Bass) dan Erda Kurniawan (Vicalis, Gitaris).
Ilalang Zaman dibentuk untuk melakukan kritik sosial melalui tembang-tembang yang mereka ciptakan.
Dari sekian banyak lagu yang diciptakan, salah satunya adalah mengkritisi ketidakadilan yang dialami masyarakat Papua sejak awal tahun 1960-an silam. Adalah "Jangan Diam Papua".
Lagu "Jangan Diam Papua", bersama lagu lainnya seperti, "Persetan Media, Apa yang Kita Rayakan?"dan "Kalimantan (Tak kan Tunduk, akan Lawan)" berhasil direkam 'Ilalang Zaman' bersama Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Yogyakarta di salah satu Studio Mini Condong Catur, Yogyakarta, Minggu (27/10/2013) sore.
Empat lagu lainnya, "Palestina", "Jurnalis Palsu", "Sesaji Raja untuk Dewa Kapital" dan "Not for Sale" masih dalam rekapan untuk direkam dalam waktu dekat.
Lagu "Jangan Diam Papua" sebelumnya dinyanyikan dalam acara-acara bernuansa kemanusiaan. Ia telah berhasil menarik perhatian bagi warga Papua maupun pecinta musik tanah air yang mendambakan keadilan.
"Lagu ini kami ciptakan untuk memberikan semangat kebangkitan kepada masyarakat Papua dengan ketidakadilan yang dialami rakyat Papua," tutur Yap Sarpote, pencipta lagu "Jangan Diam Papua" kepada majalahselangkah.com usai rekaman.
Kata Yap, pada umumnya kebanyakan orang membahas Papua yang eksotis, namun penindasan serta penderitaan manusia Papua karena eksploitasi sumber daya alam dan ekspansi industrialisasi tidak pernah dimunculkan di permukaan.
Sehingga,Yap dan teman-temannya bertekad untuk merekam lagu ini agar orang lain mengetahui kenyataan yang dialami orang Papua.
Ia berkisah, lagu "Jangan Diam Papua" diciptakan belum lama ini. Pertama-tama lagu itu dinyanyikan pada saat memperingati hari Uncen Berdarah di Purna Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM). Berikutnya pada saat penggalangan dana tragedi Tambrauw.
Menurut Yap, "Jangan Diam Papua" diciptakan bukan untuk mendukung Papua Merdeka, namun sebagai bentuk solidaritas terhadap masyarakat Papua yang sedang dalam penindasan untuk bangkit melawan penindasan itu.
"Saat kami (Ilalang Zaman, red.) merancang lagu ini, kami lebih dulu letakkan nasionalisme buta yang melekat dalam diri, karena kami tumbuh dalam latar belakang dan kebudayaan yang dikonstruksi oleh media mainstream di Indonesia ini," kata dia.
Yap menjelaskan, "Kami harus memandang perlawanan rakyat Papua terhadap penindasan, eksploitasi sumber daya alam dan lain-lain sebagai hal yang layak dilakukan demi membebaskan hidup orang Papua."
Alumnus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta bersama teman-temannya ini menciptakan banyak lagu sebagai bentuk solidaritas antar manusia.
"Yang jelas kami tidak memihak kepada salah satu pihak. Apakah Rakyat Papua mau tetap bersama Indonesia atau memilih untuk merdeka lepas dari Indonesia itu adalah hak masyarakat Papua," katanya menanggapi politik Papua.
Harapan Yab bersama dua rekannya adalah bila masyarakat bangkit dan melawan berarti hasil karya 'Ilalang Zaman' berhasil.
"Lagu-lagu Ilalang Zaman sendiri dibuat sebagai musik tandingan bagi musik-musik mainstream dewasa ini di Indonesia yang tidak lagi berbicara tentang derita sosial, sehingga kalau masyarakat terinspirasi untuk melawan berarti karya kami berhasil," ungkapnya. (MS/Mateus Ch. Auwe)
Sumber : www.majalahselangkah.com
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tuliskan Komentar Anda di Sini !!!