Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

WPNCL Bertemu PM Fiji Untuk Lobi Status Anggota Penuh MSG

Written By Unknown on Sabtu, 30 Maret 2013 | 06.30

Dr.Otto Ondawame, Mr Rex Rumakiek,
 Mr Barak T. Sope bersama Perdana Menteri Fiji,
Vereqe Banimarama (Dok WPNCL/Jubi)
Suva – Pejabat Koalisi Nasional untuk Pembebasan Papua Barat bertemu dengan Perdana Menteri Fiji, Vereqe Banimarama pada tanggal 27 Maret 2013. Sebelumnya, pada tanggal 25 Maret delegasi ini bertemu dengan Menteri Luar Negeri & Kerjasama Internasional, Ratu Inoke Kubuabola dan stafnya. Staf resmi dari Sekretariat Melanesian Spreadhead Group (MSG) juga hadir dalam pertemuan tersebut.
Delegasi ini terdiri dari Wakil Ketua, Dr.Otto Ondawame, Sekretaris Jenderal, Mr Rex Rumakiek dan Mr Barak T. Sope, penasehat WPNCL. Delegasi ini berada di Fiji UNTUK melobi status keanggotaan penuh di MSG yang saat ini diketuai oleh Perdana Menteri Fiji. Selain Fiji, delegasi ini akan mengunjungi anggota lain MSG. WPNCL telah mengajukan permohonan untuk keanggotaan penuh di MSG pada tanggal 28 Januari 2013.
Dalam menyambut delegasi, Perdana Menteri Banimarama mengucapkan terima kasih kepada delegasi yang telah mengunjungi Fiji untuk secara resmi meminta dukungan Fiji terhadap Papua Barat.
Atas nama WPNCL, Wakil Ketua Dr Otto Ondawame mengucapkan terima kasih kepada Perdana Menteri yang telah meluangkan waktu untuk bertemu dengan delegasi dan mendengar dari mereka secara langsung, alasan mereka untuk mengajukan aplikasi. Mereka juga menyampaikan apresiasi terhadap PM Fiji yang memimpin orang-orang Fiji selama masa-masa yang penuh tantangan dan juga kepemimpinan secara keseluruhannya di MSG selama dua tahun terakhir. Mereka mencatat bahwa di bawah kepemimpinan Fiji, MSG memiliki masalah lanjutan yang berkaitan dengan proses dekolonisasi di Kaledonia Baru, perdagangan, ekonomi dan budaya yang lebih memperkuat pengelompokan dan menyatakan penghargaan mereka kepada Perdana Menteri yang mengakui aplikasi mereka untuk menjadi bagian dari MSG.
Dr Otto Ondawame juga mengucapkan terima kasih kepada Menteri Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, Ratu Inoke Kubuabola atas pemahaman antara Kementerian yang dipimpin oleh Ratu Inoke dan WPNCL selama diskusi yang diselenggarakan di Kantor Kementrian Luar Negeri & Kerjasama Internasional. Delegasi tersebut diakui oleh Menteri Kubuabola bertemu dengan PM Fiji melalui aturan protokol Kementerian, termasuk untuk melakukan diskusi tentang Melanesia secara jujur dengan diplomat lain dari MSG.
WPNCL adalah organisasi payung gerakan kemerdekaan Papua Barat yang berbasis di Port Villa, Vanuatu. Tujuan dari WPNCL adalah untuk mengatur dan mengkoordinasikan program dan kegiatan untuk mengembalikan atau merebut kembali hak kedaulatan rakyat Papua. (Jubi/Victor Mambor)

Sumber : www.tabloidjubi.com

06.30 | 0 komentar

IPWP dan ILWP bukan Organisasian Perjuangan bangsa Papua, tetapi Wadah Pendamping Penyaluran Aspirasi dan Perjuangan Bangsa Papua

Written By Unknown on Jumat, 29 Maret 2013 | 22.30

Foto Seorang Anak pasific
Semenjak pendirian International Parliamentarians for West Papua (IPWP) dan kemudian International Lawyers for West Papua (ILWP), maka terpantul tanggapan pro dan kontra dari berbagai pihak yang mendukung Kampanye Papua Merdeka dan yang mengadu nasib dalam bingkai NKRI. Sejak penjajah menginjakkan kakinya di Tanah Papua, perbedaan dan pertentangan di antara orang Papua sendiri sudah ada. Yang kontra perjuangan Papua Merdeka menghendaki “Tanah Papua menjadi Zona Damai” dengan berbagai embel-embel seolah-olah mau mendengarkan dan menghargai aspirasi bangsa Papua. Sementara yang memperjuangkan kemerdekaannya menentang segala macam kebijakan Jakarta dengan semua alasan yang dimilikinya.

Baik IPWP maupun ILWP hadir sebagai wadah pendamping penyaluran aspirasi yang disampaikan para penyambung lidah bangsa Papua, yang telah lama dinanti-nantikan oleh bangsa Papua. Sudah banyak kali aspirasi bangsa Papua disampaikan, bahkan dengan resiko pertaruhan nyawapun telah dilakukan tanpa hentinya, dari generas ke generasi, dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat di muka Bumi. IPWP dan ILWP ialah organisasi asing, wadah yang didirikan oleh para pemerhati HAM, politisi dan pengacara serta aktivis bidang hukum dan politik yang tentu saja tidak didasarkan kepada sentimen apapun dan juga tidak karena perasaan ataupun belas-kasihan terhadap apa yang terjadi.

Alasan utama keberpihakan masyarakat internasional terhadap nasib dan perjuangan bangsa Papua ialah “KEBENARAN YANG DIPALSUKAN”, dimanipulasi dan direkayasa, terlepas dari untuk apa ada pemalsuan ataupun manipulasi dilakukan antara NKRI-Belanda dan Amerika Serikat berdasarkan “The Bunker’s Plan”. Saat siapapun berdiri di atas KEBENARAN, maka sebenarnya orang Papua sendiri tidak perlu mendesak atau mengemis kepadanya untuk bertindak. Sebab di dalam lubuk hati, di dalam jiwa sana, setiap orang pasti memiliki nurani yang tak pernah berbohong, dan memusuhi serta terus berperang melawan tipu-daya dan kemunafikan. Nurani itulah yang berdiri menantang tipu-muslihat atas nama apapun juga sepanjang ada lanjutan cerita sebuah peristiwa yang memalangkan nasib manusia.

Mereka tahu bahwa ada yang “salah”, “mengapa ada kesalahan”, “bagaimana kesalahan itu bermula dan berakhir”, dan “siapa yang bersalah”. Mereka paham benar ada “penipuan”, “manipulasi”, dan “rekayasa” dalam pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 di Irian Barat, yang dilakukan oleh negara-negara yang konon menyodorkan dirinya sebagai pemenang HAM, demokrasi dan penegakkan supremasi hukum. Apalagi pelaksana dan penanggungjawab kecelakaan sejarah itu ialah badan semua umat manusia di dunia bernama Perserikatan Bangsa-Bangsa. Di satu sisi kita pahami jelas tanpa harus ada penafsiran hukum ataupun penjelasan pakar untuk menjelaskan apakah Pepera 1969 telah berlangsung demokratis atau tidak. Itu fakta, dan itulah KEBENARAN.

Karenanya, biarpun seandainya semua orang Papua ingin tinggal di dalam Bingkai NKRI, biarpun tidak ada orang Papua yang menuntut Papua Merdeka dengan alasan ketidak-absahan Pepera 1969, biarpun dunia menilai NKRI telah berjasa besar dalam membangun tanah dan masyarakat Papua selama pendudukannya sejak 1 Mei 1963, biarpun rakyat Papua memaksa masyarakat internasional menutup mata terhadap manipulasi Pepera 1969, biarpun begitu, fakta sejarah dan Kebenaran kasus hukum, HAM dan Demokrasi dalam implementasi Pepera 1969 tidak dapat begitu saja diabaikan dan dianggap tidak pernah terjadi. Kepentingan pengungkapan kebenaran ini bukan hanya untuk bangsa Papua, tetapi terutama untuk memperbaiki reputasi PBB sebagai lembaga kemanusiaan dan keamanan tertinggi di dunia sehingga tetap menjadi lembaga kredibel dalam penanganan kasus-kasus kemanusiaan dan keamanan serta perdamaian dunia, di samping kepentingan bangsa-bangsa lain yang mengalami nasib serupa. Maka kalau dalam sejarahnya PBB pernah bersalah dan kesalahannya itu berdampak terhadap manusia dan kemanusiaan bangsa-bangsa di dunia, maka PBB tidak boleh tinggal diam. Demikian pula dengan para anggotanya tidak bisa menganggap sebuah sejarah yang salah sebagai suatu fakta yang harus diterima hari ini. Ini penting karena kita sebagai umat manusia dalam peradaban modern ini menjuluki diri sebagai manusia beradab, berbudhi luhur dan bermartabat. Martabat kemanusiaan kita dipertaruhkan dengan mengungkap kesalahan-kesalahan silam yang fatal dan berakibat menyengsarakan nasib suku-suku bangsa manusia di muka Bumi.

ILWP secara khusus tidak harus berpihak kepada bangsa Papua dan perjuangannya. Ia lebih berpihak kepada KEBENARAN, kebenaran bahwa ada pelanggaran HAM, pengebirian prinsip demokrasi universal dan skandal hukum dalam pelaksanaan Pepera 1969. Untuk mengimbangi ketidak-berpihakan itu maka diperlukan IPWP yang secara khusus menyoroti aspirasi politik bangsa Papua yang didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi sebagaimana selalu dikumandangkan dan diundangkan dalam berbagai produk hukum internasional maupun nasional di muka Bumi.

Dalam perjalanannya, ILWP tidak harus secara organisasi dan kampanyenya mendukung Papua Merdeka karena ia berdiri untuk menelaah dan mengungkap skandal hukum dan pengebirian prinsip demokrasi universal serta pelanggaran HAM yang terjadi serta dilakukan oleh PBB serta negara-negara anggotanya. Ini sebuah pekerjaan berat, universal dan bertujuan untuk memperbaiki nama-baik PBB dan para anggotanya, bukan sekedar mengusik masalalu yang telah dikubur dalam rangka mendukung Papua Merdeka.

Sementara itu IPWP bertindak sebagai wadah pendamping penyaluran aspirasi bangsa Papua dalam rangka pendidikan dan pembelajaran terhadap masyarakat internasional tentang kasus dan perjuangan bangsa Papua untuk merdeka dan berdaulat di luar NKRI. IPWP tidak serta-merta dan membabi-buta mendukung Papua Merdeka oleh karena sogokan ataupun berdasarkan pandangan politik tertentu. Ia berpihak kepada KEBENARAN pula, tetapi dalam hal ini kebenaran yang ditampilkan dan dipertanggungjawabkan oleh bangsa Papua. Dalam hal ini NKRI juga berpeluang besar dan wajib mempertanggungjawabkan sikap dan tindakannya di pentas politik dan diplomasi global tanpa harus merasa risau, gelisah dan geram atas aspirasi bangsa Papua. NKRI haruslah “gentlemen” tampil dan menyatakan kleim-kleim-nya secara bermartabat dan bertanggungjawab sebagai sebuah negara-bangsa modern, bukan sebagai negara barbarik dan nasionalis membabi-buta.

IPWP tidak hanya beranggotakan orang-orang pendukung Papua Merdeka, tetapi siapapun yang saat ini menjabat sebagai anggota parlemen di negara manapun berhak mendaftarkan diri untuk terlibat dalam debat dan expose terbuka, demokratis dan bertanggungjawab. IPWP bukan organisasi perjuangan bangsa Papua, tetapi ia berdiri sebagai pendamping dan pemagar sehingga tidak ada pihak-pihak penipu dan penjajah yang memanipulasi sejarah.

Point terakhir, pembentukan IPWP dan ILWP bukanlah sebuah rekayasa politik, karena rekayasa selalu ditopang oleh kekuatan dan kekuasaan. Ia dibentuk oleh kekuatan KEBENARAN MUTLAK, fakta sejarah, dan realitas kehidupan masakini yang bertolak-belakang dengan cita-cita perjuangan proyek Pencerahan di era pertengahan. Ia kelanjutan dari proyek besar modernisasi yang mengedepankan HAM, penegakkan supremasi hukum dan demokrasi. Sama halnya dengan itu, para anggota Parlemen yang telah mendaftarkan dirinya, membentuk IPWP dan mengkampanyekan aspirasi bangsa Papua melakukannya oleh karena KEYAKINAN yang kuat bahwa Pepera 1969 di Irian Barat cacat secara hukum, HAM dan demokrasi, serta tidak dapat dibenarkan secara moral. Mereka bukan mempertaruhkan karier politik, nama baik, jabatan sebagai anggota Parlemen dan kepentingan negara mereka tanpa dasar pemikiran dan pemahaman serta pengetahuan tentang KEBENARAN itu secara tepat. Mereka bukan orang yang mudah dibeli dengan sepeser rupiah. Mereka juga tidak dapat diajak kong-kalingkong hanya untuk kepentingan sesaat. Mereka berdiri karena dan untuk KEBENARAN! Dan Kebenaran itu tidak pernah terkalahkan oleh siapapun, kapanpun, di manapun dan bagaimanapun juga.
---------------------------------------------------
Penyelasan ini sudah ditulis dan dipublikasikan oleh Suara Papua Merdeka di web resminya :
22.30 | 0 komentar

SADAR, BANGKIT, BERSATU dan LAWAN !!!

TULISAN INI DI TUJUKAN KEPADA MAHASISWA/MAHASISWI PAPUA YANG BERSIKAP CUEK DAN APATIS TERHADAP PERSOALAN RAKYAT DAN BANGSA WEST PAPUA

Kepada Mahasiswa / Mahasiswi Papua Yang Berada Di Daerah Jawa & Bali ( Yogyakarta ) Stop Mengaku Kamu Orang Papua dan Seorang Intelektual, Karena Menurut Saya Kalian Itu Tidak Pantas Mengakui Itu, Kare Jika Memang Kalian Itu Betul - Betul Merasa Diri Sebagai Orang Papua dan Seorang Yang Ber Intelektual Maka Tentu Kalian Akan Merasa Sedih dan Sakit Hati Akan Setiap Tindakan Kekerasan, Pembunuhan, Perampasan, Tangisan & Pemerkosaan Yang Terus Dilakukan Oleh Negara Kolonial Indonesia Ini Terhadap Rakyat & Bangsa West Papua Hingga Saat Ini. 

Tetapi Saya Rasa Mata dan Telinga Kalian Itu Sudah Tertutup Dengan Segalah Kesenangan Kalian Saat Ini, Namun Apakah Kalian Tidak Sadar Bahwa Ketika Kalian Kembali Ke Tanah Itu Kalian Pun Akan Merasakan Hal Yang Sama Seperti Yang Sedang Dirasakan Oleh Rakyat Papua Saat Ini. Apakah Kalian Tidak Sadar Kalau Rambut dan Warnah Kulit Kalian Itu Berbeda Dengan Orang Indonesia Lainnya ?? Jangan Kalian Berpikir Kalian Akan Selamat Karena Kalian Tidak Pernah Berbicara Untuk Menuntut HAK - HAK Rakyat Papua ( PENGAKUAN KEMERDEKAAN WEST PAPUA ). 

Kalian Harus Belajar Dari Pengalaman Kawan - Kawan Timor Leste, Kenapa Saya Harus Bilang Begitu, Karena Kalian Harus Tahu Bahwa Rata - Rata Kawan - Kawan Timor Leste Yang Dibantai Di Jawa dan Bali adalah Mereka Yang Selalu Cuek/ Malas Tau dan Bersikap Apatis Terhadap Persoalan Yang Terjadi Di Daerah Mereka. Maka Itu Saya Tekankan Jangan kalian Berpikir Karena Kalian Tidak Berbicara Papua Merdeka Maka Kalian Akan Selamat, Karena Pemikiran Itu Adalah Pemikiran Yang Sangat Bodoh.

Oleh Karena Itu Saya Berpikir Kalian Tidak Layak Disebut Sebagai Orang Papua dan Seorang YAng Ber Intelektual, Saya Kira Orang - Orang Seperti Kalian Lebih Pantas Disebut Sebagai " PENGECUT "

APA YANG KALIAN RASAKAN : 

1. KETIKA AYAH KAMU DI SIKSA & DI BUNUH ???
2. KETIKA SAUDARA PEREMPUAN KAMU DI PERKOSA ???
3. KETIKA IBU KAMU HARUS MENANGISI KEHILANGAN AYAH / SAUDARA KAMU ???
4. KETIKA HARTAMU DI RAMPAS DENGAN PAKSA ???

SILAHKAN JAWAB 4 PERTANYAAN INI DAN HAYATI SERTA BERFIKILAH SENDIRI !!!

TULISAN INI SAYA BUAT BUKAN UNTUK MENAKUT - NAKUTI ATAUPU MENGANCAM TETAPI TULISAN INI SAYA BUAT SUPAYA KALIAN SADAR.

JADI SILAHKAN DENGARKAN KALAU KALIAN RASA INI PERLU, TETAPI CUEKAN SAJA KALAU KALIAN RASA TIDAK PENTING...!!!

" MATI KARENA BERJUANG LEBIH BAIK DARI PADA HIDUP TERJAJAH !!! "
03.59 | 0 komentar

Seby Sambom : TPN - OPM Tolak Pemekaran Wilayah Papua

Written By Unknown on Kamis, 28 Maret 2013 | 18.46

Ilustrasi Peta Papua (IST)
Jayapura – Tentara Pembebasan Nasional (TPN) Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (OPM), dibawah Komando Panglima Tinggi Gen Goliath Tabuni menolak tegas semua usulan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) yakni pemekaran provinsi baru di tanah Papua.
Tak hanya penolakan, TPN-OPM juga mewarning aktor yang merancang DOB atau pemekaran. Hal ini terungkap dalam siaran pers yang dikirim dari Seby Sambom, aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) ketabloidjubi.com, Kamis (28/3).
Dalam siaran pers yang diterima menyebut, TPN-OPM menolak DOB karena penilaian TPN-OPM, pembentukan DOB bukan merupakan prioritas utama bagi kejahteraan orang asli Papua (Indigenous Peoples of West Papua). Menurut OPM, fakta membuktikan, semua pemekaran kabupaten dan provinsi di atas tanah Bangsa Papua Barat belum pernah memihak kepada masyarakat adat pribumi Papua.
“Dari hasil pemekaran yang telah berjalan saja tidak pernah memberikan jaminan kesejahteraan bagiIndigenous Peoples of West Papua, melainkan memperkaya diri para pejabat dan pegawai negeri sipil (PNS) orang asli Papua, serta memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi kaum imigran dari luar Papua. Imigran mendominasi dan memonopoli, serta menguasai daerah pemekaran baru dengan nafsu yang rakus,” katanya dalam siaran persnya.
Masih dalam reales tersebut, semua pemekaran kabupaten, kota dan provinsi di atas tanah bangsa Papua Barat oleh Pemerintah Republik Indonesia adalah yang bertujuan untuk “West Papua to GENOCIDE”. Bagi OPM, tulisnya, program ini diatur dengan cara terstruktur dan sistematik oleh pemerintah Republik Indonesia di wilayah tertimur ini. “TPN-OPM memperingatkan aktor orang Papua asli yang watak oportunis, agar segera hentikan niat jahatmu untuk membuat Pemekaran DOB yang tidak menguntungkan orang asli Papua,” tutur Goliat Tabuni dalam siaran persnya.
Goliat menambahkan, kaum oportunis Papua yang ambisius ini tidak mengindahkan peringatan TPN-OPM, maka aktor-aktor yang membuat pemekaran DOB akan menjadi target blacklist TPN-OPM, yang kemudian akan berhadapan dengan hukum Negara Papua Barat setelah merdeka.
“Ingat, TPN-OPM mempunyai data yang valid atas tindakan dan pernyataan-pernyataan kaum oportunis orang asli Papua, yang selalu mengobyekan isu Papua merdeka, guna memuluskan hasrat demi memperkaya familyisme, dengan jalan nepotisme dan kolusi. Oleh karena itu, TPN-OPM sangat tegas kepada semua aktor orang asli Papua, yang mana mewacanakan pemekaran DOB. Mengapa? Karena program DOB adalah proyek aparat keamanan Indonesia di tanah Papua, dengan tujuan genocide yang dapat dijelaskan di atas,” ungkap Goliat.
Diakhir siaran pers itu, TPN-OPM mendukung penolakan pemekaran Provinsi Tabi dari Majelis Rakyat Papua (MRP), yang dikabarkan surat kabar harian Bintang Papua, Sabtu, 23 Maret 2013 lalu. Seperti diberitakan sebelumnya, MRP secara tegas menolak adanya pembentukan DOB tentang pembentukan Provinsi Tabi yang diusulkan lima kepala daerah kabupaten/kota se-Tanah Tabi, bahkan tim pemekaran sudah dibentuk baru-baru ini.
Menurut MRP, adanya aspirasi pemekaran provinsi, bukan satu – satunya obat untuk menyembuhkan penyakit bagi orang asli Papua atau bukan solusi untuk mensejahterakan orang asli Papua. Sehingga usulan pemekaran DOB, terutama bagi Provinsi Tabi yang saat ini sedang hangat diperbincangkan pasca Pilgub Papua. “Dengan tegas saya menolak semua usulan pemakaran provinsi dan kabupaten di atas tanah Papua, lebih khususnya pemekaran Provinsi Tabi,” ungkap Ketua MRP, Timotius Murib ketika menjawab pertanyaan Bintang Papua, usai menggelar Rapat Pleno, di Kantor MRP, belum lama ini. (Jubi/Musa)
Sumber : Tabloid Jubi
18.46 | 0 komentar

Adat, Agama dan Perempuan Wakil Dalam Dialog Jakarta-Papua Itu Omong Kosong

Written By Unknown on Rabu, 27 Maret 2013 | 01.00

FILEP KARMA (JUBI/APRILA)
Jayapura — Dialog damai antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Indonesia yang sedang diusung oleh Pater Neles Tebai dan kawan-kawan menurut Filep Karma, Tahanan Politik (Tapol) Papua dapat saja dilaksanakan, tergantung pada Presiden Republik Indonesia, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Menurut saya, proses dialog damai tidak tergantung siapa yang menjadi pemimpin atau gubernur Papua saat ini. Dialog itu tergantung pada Presiden Indonesia, SBY,” demikian tutur Karma kepada tabloidjubi.com yang berkunjung ke Lapas Klas IIA Abepura belum lama ini.
Bagi Karma, dialog bukanlah sebuah wacana baru Orang Papua karena Tom Beanal bersama Tim 100 juga pernah ke Jakarta untuk berdialog dengan Pemerintah Indonesia.
“Sekarang tinggal itikad baik dari Pemerintah Pusat saja. Istilahnya begini, Orang Papua siap berdialog tetapi Jakarta yang tarik ulur atau cari-cari alasan. Kalau Jakarta bingung, mau bicara dengan siapa karena banyak faksi seharusnya Jakarta tahu bahwa yang mau berunding adalah orang atau pihak yang selalu bermasalah dengan Pemerintah Indonesia atau yang beroposisi dengan pemerintah yaitu TPN-OPM, Tapol dan diplomat Papua yang berada di luar negeri saat ini,” ungkap Karma lagi.
Jadi menurut Karma, kalau mau bilang tokoh agama, tokoh adat, tokoh perempuan yang menjadi wakil dalam dialog tersebut itu hanyalah omong kosong belaka.
“Saat kami buat aksi lalu ditangkap dan dibungkam setelah itu baru mereka mulai bicara mengatasnamakan kami atau Rakyat Papua. Bila dialog memang akan terlaksana maka dialog harus dilakukan di luar negeri, di negara yang netral karena kami perlu bicara dengan bebas tanpa intimidasi, teror, penculikan, penghilangan dan pembunuhan. Saya menilai bahwa wakil dalam dialog juga harus ditentukan oleh tiga pihak yang beroposisi dengan pemerintah tadi,” demikian harap Karma pada proses dialog. yang masih terus berproses ini. (Jubi/Aprila Wayar)

Sumber : Tabloid Jubi

01.00 | 0 komentar

Nederlands Nieuw Guinea Dan Komisi Pasifik Selatan

Written By Unknown on Senin, 25 Maret 2013 | 21.40

The Papua delegation from Netherlands
Nieuw Guinea departs for the Fourth South Pacific
 Conference, held at Rabaul, 1958.(Jubi/dam)
Jayapura  Dulu ketika Papua masih dibawah kekuasaan Belanda, hubungan antara tanah Papua atau Nederlands Nieuw Guinea dengan negara-negara di Pasifik Selatan selalu menjadi perhatian. Bahkan delegasi dari Nederlands Nieuw Guinea yang dipimpin Markus W Kaiseipo telah tiga kali mengikuti Kon frensi Negara-negara di Pasifik Selatan.
Berbeda setelah Papua menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI)  hubungan dengan negara-negara Pasifik Selatan terputus, nyaris tak pernah berhubungan. Kalau pun ada hubungan diplomatik hanya sekadar basa-basi untuk menghalau pengaruh Papua Merdeka di kalangan negara-negara Pasifik terutamadi  negara serumpun Melanesia Spearhead Group (MSG).
Usai Perang Dunia Kedua, prakarsa untuk membangun negara-negara kecil yang belum merdeka di Pasifik Selatan mengemuka. Terutama negara-negara yang menguasai kawasan itu seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Belanda , Selandia Baru dan Australia.
Negara-negara ini mulai memakrakarsi pertemuan di Canbera yang berlanjut dengan Perjanjian Canberra atau Canberra Verdag, 1947. Pasal-pasal pembentukan Pasifik Selatan sesuai perjanjian Canberra pada 6 Februari, 1947 adalah, Mendirikan  Komisi Pasifik Selatan( South Pasific Commision), Geografis, daerah –daerah meliputi kepulauan yang belum berpemerintahan sendiri di Pasifik Selatan, yang letaknya mulai dari garis Khatu;sitiwa,Nederlands Nieuw Guinea( Papua dan Papua Barat sekarang), kemudian dimasukan Guam, dan kepulauan lainnya yang menjadi perwalian Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ada di wilayah Pemerintahan Amerika Serikat. Komisi Pasifik Selatan ditetapkan anggotanya berjumlah 12 orang.
Tiap wilayah mengutus dua orang anggota, diantaranya  menunjuk seorang sebagai pimpinan sekaligus sebagai penasehat. Tugas dan pekerjaan Komisi Pasifik Selatan, mengambil kebijaksanaan dengan membuat rencana serta mengusulkan untuk pembangunan ekonomi dan sosial bagi penduduk kepulauan Pasifik Selatan. Salah satu usulan Komisi Pasifik Selatan di Nederlands Niuw Guinea adalah pembangunan Cokelat di Nimboran dengan bantuan Negara-negara Eropah Barat, 1957-1958.
Tata kerja ; Rapat atau Konfrenesi menetapkan hasil dengan persetujuan bersama. Reseach Council atau Badan Penelitian ; mengadakan penelitian dan memberikan masukan pada komisi dengan memberikan saran dan nasehat. Pembentukan Research Council: Anggota kerjanya diangkat oleh komisi, diantaranya tiga orang anggota kerja tetap dari komisi untuk masing-masing sebagai direktur bidang-bidang ekonomi, sosial, dan kesehatan Konfrensi Pasifik Selatan, wajib mengikut sertakan tokoh-tokoh intlektual masyarakat pribumi di kepulaian ini sebagai anggota utusan karena pada akhirnya merekalah yang dilibatkan dalam pekerjaan Komisi Pasifik Selatan. Selain itu sebagai nara sumber atau penasehat. Konfrensi Pasifik Selatan ; bersidang setiap tiga tahun sekali dan berpindah tempat di lokasi Pasifik Selatan.
Susunan Peserta Konfrensi Pasifik Selatan: Komisi Pasifik Selatan menyusun jumlah anggota utusan menurut tiap daerah. Memperhatikan juga pejbata pemerintah di daerahnya yang ditunjuk menjadi utusan menghadiri sidang.Tujuan dan tugas Konfrensi : Membahas segala sesuatu kepentingan untuk pembangunan masyarakat lalu menetapkan dan menyampaikan kepada Komisi. Sekretariat : Sekretariat Jenderal diangkat oleh Komisi untuk untuk masa jabatan lima tahun,anggota staf disusun oleh Sekretarias Jenderal, disamping tiga orang Direktur bidang yang telah ditetapkan pada pasal tujuh. Keuangan : Komisi Pasifik Selatan dengan pembinaannya dibebankan kepada negara pendiri dengan sumbangan berdasarkan presentase berikut : Australia , 30 % ; Perancis 12, 5 % ; Belanda 15 %; Selandia Baru 15 %; Inggris 15 %; Amerika Serikat 12,5 %. Hubungan kerja dengan oragnisasi internasional lain. Tidak menjadi bagian dari organisasi internasional, tetapi boleh mengadakan hubungan kerja sama.
Tempat berdomisi komisi : Komisi memilih Noumea Ibukota Kaledonia Baru jajahan Perancis sebagai tempat bermarkasnya Komisi Pasifik Selatan. Ketentuan dalam perjanjian ini tidak akan merubah atau bertentangan dengan peraturan yang sudah ada dan berlaku di daerah-daerah kekuasaan negara-negara pendiri. Perubahan dalam perjanjian ini hanya dapat terlaksana atau berlaku apabila semua pihak menyetujui. Berhenti dari organisasi perjanjian ini, maka pihak atau  anggota pendiri tiap tahun minta berhenti.Pihak pendiri yang bersangkutan tidak mempunyai wilayah jajahan lagi. Sementara penanganan ketentuan perjanjian ini dipercayakan kepada Pemerintah Australia dan Selandia Baru. Perjanjian ini mulai berlaku pada saat semua negara pendiri mensahkannya.
Pendirian Komisi Pasifik Selatan, 1947 ini berlangsung saat negara-negara di Pasifik Selatan belum merdeka masih dijajah negara-negara  Belanda, Inggris dan Perancis serta Australia. Sejak itu wilayah di kawasan Pasifik Selatan terus melakukan pertemuan guna membicarakan masa depan Pasifik Selatan.
Sejak pertama kali delegasi Nederlands Nieuw Guinea terus mengikuti  konferensi Komisi Pasifik Selatan. Konfrens-konfrensi di Komisi Pasifik Selatan antara lain :
  1. Konfrensi Pertama, 1950 di Kota Suva, ibukota Fiji, wilayah jajahan Inggris. Negara Fiji ini memperoleh kemerdekaan pada 10 Oktober 1970. Mayoritas penduduk orang Melanesia, tetapi perkembangan selanjutnya dominiasi warga keturunan India mulai menguasai sektor ekonomi terutama perkebunan tebu di negara Kepulauan Fiji.
  2. Konfrensi Kedua, 1953 di Kota Noumea, Kaledonia Baru, wilayah jajahan Perancis. Wilayah ini didominasi oleh warga Melanesia dan sampai sekarang masih jajahan Perancis. Warga Kanaki terus memperjuangkan kemerdekaan mereka dari negara Perancis.
  3. Konferensi Ketiga, 1956 di Suva Ibukota Fiji.
  4. Konferensi keempat, 1959 di Rabaul, Papua New Guinea. Negara ini mayoritas penduduknya orang Melanesia ini memperoleh kemerdekaan dari Australia, 16 September 1975.
  5. Konferensi ke lima, 1962 di Pago-pago Ibukota Samoa Timur, wilayah jajahan Amerika Serikat.
  6. Konferensi ke enam, 1965, direncanakan di Hollandia, Nederlands Niuw Guinea tetapi dibatalkan karena wilayah ini masuk ke delam wilayah NKRI. 1 Mei 1963. Sejak itu hubungan Provinsi Irian Barat dengan Komisi Pasifik Selatan terputus. Bahkan beberapa pemuda yang ikut belajar di Fakultas Kedokteran dan Telekomunikasi di Papua New Guniea (PNG) tak pernah kembali dan tetap di sana sebagai warga negara di PNG.
Sejak negara-negara ini merdeka dan mereka sepakat mendirikan Komsi Pasifik Selatan bagi negara-negara di Pasifik Selatan. Hingga saat ini Kaledonia Baru beserta warga Kanaki masih terus memperjuangkan kemerdekaan mereka dari Perancis. Sedangkan negara Vanuatu membuka perwakilan bagi pejuang Papua Merdeka di Ibukota Vanuatu Port Villa. Vanuatu termasuk salah satu negara Melanesia yang terus menyuarakan suara bagi Papua Barat di kawasan Pasifik Selatan dan Persikatan Bangsa-bangsa. Hanya negara Vanuatu saja yang berani dan mendukung kemerdekaan bagi Papua Barat.(Jubi/Dominggus A Mampioper)
March 25, 2013,21:18,TJ
21.40 | 0 komentar

Blog Archives

Total Tayangan Halaman