Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Komunike PIF ke-47 Soal West Papua, ULMWP: Bukti Komitmen!

Written By PAPUAtimes on Selasa, 13 September 2016 | 23.16

Sekjen ULMWP, Octovianus Mote. (IST)
Jayapura — Isu kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) Papua Barat berikut perjuangan penentuan nasib sendiri mendapat tempat tersendiri dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pacific Islands Forum (PIF) ke-47 tahun 2016 yang berlangsung di Pohnpei, ibukota negara federal Mikronesia, (8-10/9/2016). Perdebatan sengit hingga menelorkan satu poin sebagaimana tertuang dalam poin 18.
United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) menyambut satu kemenangan ini dengan sikap optimis, karena dalam forum resmi tersebut para pemimpin kunci di PIF bersuara untuk masa depan bangsa Papua.
“Pada tahun ini semua negeri telah mendukung Papua Barat. Bangsa Papua menang dalam hal dukungan untuk kita. Dukungan datang dari pemimpin kunci Pasifik,” kata Octovianus Mote, sekretaris jenderal ULMWP, usai penutupan KTT PIF ke-47.
Hasil komunike tersebut, bagi ULMWP, satu langkah maju yang akan terus didorong hingga ke tingkat yang lebih tinggi yakni Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Optimisme sama juga diungkapkan Victor F. Yeimo, tim kerja ULMP dalam negeri. “Sangat yakin komitmen negara-negara PIF, terutama Polinesia dan Micronesia yang akan bertindak, bukan dalam kata-kata saja, tetapi tindakan hingga ke PBB,” ujarnya melalui pesan singkat ke suarapapua.com, malam ini.
Ia menambahkan, “ULMWP juga telah diinformasikan bahwa Pacific Islands Coalition on West Papua (PCWP), yang termasuk Solomon Islands, Vanuatu, Republik Kepulauan Marshall, Nauru dan Tuvalu bersama dengan Pacific Islands Association of NGO (PIANGO) akan tetap bekerja bersama CSO yang lain untuk intervensi kemanusiaan dari PBB, serta mendorong penentuan nasib sendiri (self determination) untuk West Papua di Sidang Umum PBB dan mengangkat masalah ini dengan Sekjen PBB.”
Selain itu, beber Victor, Sekretaris PIF sendiri dalam press release menegaskan bahwa pembicaraan antar pemimpin Pasifik jelas bahwa semua ingin mendorong West Papua ke PBB. (Baca juga: Yeimo: PIF Leaders Dorong West Papua ke PBB)
Dikabarkan, Emele Duituturaga, direktur eksekutif PIANGO, menyatakan, Australia dan New Zealand Baru berperan besar secara geopolitik hingga membuat hasil komunike kali tentang Papua Barat belum maksimal menjawab desakan masyarakat akar rumput di kawasan Pasifik.
Meski demikian, isu pelanggaran HAM Papua sebagai satu agenda PIF, adalah capaian penting yang akan didorong lebih lanjut. Apalagi, kata Emele, Perdana Menteri Samoa yang merupakan ketua PIF berikutnya, sudah menunjukkan sinyal untuk menggelar pertemuan 16 anggota CSO bersama semua pimpinan PIF pada tahun depan di Samoa.
Bagi Emele, usulan Perdana Menteri Samoa sebagai terobosan yang bagus untuk memberi tekanan lebih besar pada isu politik West Papua.
Sikap Perdana Menteri Samoa, kata Yeimo, jelas. “Perdana Menteri Samoa akan bekerja sama membangun dialog dengan CSO dalam program tahun depan sebagai tindak lanjut komitmen terhadap West Papua,” tandas ketua umum KNPB.
Victor menjelaskan, “Isu yang disebut sensitif adalah soal hak penentuan nasib sendiri sebagaimana yang didorong oleh wakil-wakil dari 16 CSO di TROIKA tetap menjadi fokus para pemimpin PIF, walaupun memang Australia dan New Zealand dengan pertimbangan geopolitik dan ekonomi memperhalus hasil komunike bersama PIF Leaders.”
Upaya mendapat dukungan dari negara-negara, menurutnya, tetap terus berlanjut hingga ke PBB untuk mendapat hak penentuan nasib sendiri.
“Dukungan gerakan sosial dan politik di Pasifik merupakan penentu bagi West Papua ke depan,” tegasnya. (Mary Monireng)
23.16 | 0 komentar

Yeimo: PIF Leaders Dorong West Papua ke PBB

Ilustrasi
Jayapura — “Para pemimpin mengakui sensitivitas isu Papua dan setuju bahwa tuduhan pelanggaran HAM di Papua tetap menjadi agenda mereka. Para pemimpin juga menyepakati pentingnya dialog yang terbuka dan konstruktif dengan Indonesia terkait dengan isu ini.”
Ini bunyi poin 18 dari komunike bersama para pemimpin Pasifik yang tergabung dalam Pacific Islands Forum (PIF) pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-47 yang berlangsung di Pohnpei, ibukota negara federal Mikronesia, 7 hingga 11 September 2016.
Hal ini senada dengan pernyataan Sekretaris Jenderal PIF, Dame Meg Taylor yang berbicara sebelum KTT ini berlangsung. Menurutnya, isu Papua dianggap sensitif oleh beberapa pemerintah di Pasifik walaupun isu tersebut tetap masuk dalam agenda untuk dibahas.
Victor F. Yeimo, tim kerja ULMWP yang juga ketua umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB), mengatakan, perjuangan bangsa Papua makin menggema di tingkat internasional dengan dukungan dari negara-negara Pasifik.
“Satu langkah kita, negara-negara Pasifik sudah membulatkan tekad untuk dorong masalah hak penentuan nasib sendiri dan persoalan pelanggaran hak asasi manusia ke PBB,” demikian Yeimo kepada suarapapua.com melalui keterangan tertulis, malam ini.
Tentang komunike PIF ke-47 tahun 2016, sedikitnya 46 poin terbagi dalam 19 bagian yang dihasilkan di akhir KTT kali ini.
Ia menyebutkan tiga poin penting bagi Papua Barat dari komunike bersama para pemimpin negara-negara Pasifik.
Pertama, negara-negara Pasifik mengakui sensitifitas masalah politik West Papua.
Kedua, PIF menyetujui agar tetap menempatkan masalah HAM dalam agenda.
Ketiga, menjaga untuk melakukan dialog konstruktif dengan Indonesia.
KTT dihadiri pemimpin negara dan pemerintahan Australia, Cook Islands, Federated States of Micronesia, Republik Nauru, Selandia Baru, Papua Nugini, Republic of Marshall Islands, Samoa, Tonga, Tuvalu dan Vanuatu.
Solomon Islands diwakili Deputi Perdana Menteri, sedangkan Fiji, Niue dan Republik Papau diwakili menteri luar negeri. Kiribati diwakili utusan khusus.
Selain anggota, KTT kali ini dihadiri pula anggota associate, yaitu French Polynesia, Kaledonia Baru dan Tokelau yang diperkenankan turut dalam sesi-sesi resmi.
Peninjau di KTT PIF adalah The Commonwealth of the Northern Marianas Islands, Timor Leste, Wallis dan Futuna, Bank Pembangunan Asia, the Commonweath Secretariat, PBB, the Western and Central Pacific Pacific Fisheries Agency (PIFFA), Pacific Power Association (PPA), Secretariat of Pacific Community (SPC), Secretariat of the Pacific Regional Environment Programme (SPREP) dan the University of the South Pacific (USP).
Sesuai keputusan, KTT PIF tahun depan akan diselenggarakan di Samoa, sedangkan KTT PIF 2018 di Nauru dan 2019 di Tuvalu.
Salah satu keputusan penting dari KTT PIF ke-47, diterimanya French Polynesia dan Kaledonia Baru sebagai anggota penuh. Di mata sementara kalangan ini sebuah keputusan berani karena French Polynesia dan Kaledonia Baru adalah wilayah kekuasaan Prancis, yang pada KTT ini diwakili dua organisasi yang berjuang untuk menggelar penentuan nasib sendiri. (Mary Monireng)
10.43 | 0 komentar

TRWP Secara Resmi Keluarkan UU Revolusi West PAPUA

Lambang Negara West PAPUA
Dari Sekretariat-Jenderal Tentara Revolusi WEST PAPUA (TRWP) menyampaikan informasi menyusul pembocoran peristiwa penting yang telah terjadi dalam sejarah perjuangan kemeredkaan WEST PAPUAdari Markas Pusat Pertahanan (MPP) TRWP bahwa Negara WEST PAPUA, Bangsa PAPUA dan TanahPAPUA di bagian barat Pulau New Guinea kini telah dengan resmi, di era revolusi kemerdekaan WESTPAPUA, memiliki sebuah "Undang-Undang Revolusi WEST PAPUA" (disingkat UURWP).
URWP berfungsi sebagai Dasar Hukum bagi semua komponen perjuangan PAPUA Merdeka melandasi perjuangan ini sehingga dalam perjuagnan ini kita tidak dianggap berjuang sebagai LSM/ ORMAS, tetapi kita berjuang dalam sebuah format yang menunjukkan kita telah siap menjalankan pemerintahan Republik WEST PAPUA.
UURWP ini juga perlu dalam rangka memberikan gambaran kepada para sponsor dan pendukung kemerdekaan WEST PAPUA melihat sejak dini wajah WEST PAPUA setelah NKRI keluar dari Tanah Leluhur bangsa PAPUA.
Dari Sekretariat-General TRWP, Lt. Gen Amunggut Tabi menyatakan UURWP diterbitkan oleh MPPTRWP dalam rangka mendorong Parlemen Nasional WEST PAPUA (PNWP) untuk segera mensahkan UURWP atau Undang-Undang yang akan menjadi dasar bersama dalam perjuangan kermedekaanWEST PAPUA. Menurut Tabi dalam suratnya yang diterima redaksi PMNEWS,
UURWP merupakan pijakan hukum perjuangan PAPUA Merdeka, karena kita sudah mendapatkan dari negara-negara merdeka dan berdaulat di kawasan Melanesia dan Pasifik Selatan sehingga kita harus segera tampil sebagai perjuangan yang berbasiskan hukum, perjuangan yang sudah siap mengarah kepada sebuah pemerintahan Revolusioner atau Pemerintahan Transisi Negara Republik WEST PAPUA.
Sudah waktunya kita berbicara sebagai negarawan dan pemimpin bangsa PAPUA, negaraWEST PAPUA. Kami sudah sah diterima sebagai anggota MSG. Dukungan PIF sudah jelas. Proses menuju pembentukan Negara WEST PAPUA sudah matang. Kita harus menyambut perkembangan ini dengan persiapan-persiapan internasl sejak dini. Kalau tidak, negara akan lahir tanpa fondasi yang jelas.
Gen. Tabi melanjutkan dalam pesannya bahwa PNWP segera mengambil langkah-langkah konkrit mewujudkan sebuah Dasar Hukum yang jelas untuk perjuangan PAPUA Merdeka. Kalau tidak kita akan dianggap melanggar UU kolonial. Tabi mengatakan,
Selama ini kita dianggap melanggar hukum kolonial, karena tanah PAPUA di bagian Barat pulau New Guinea ini berada dalam status tak berhukum. Hukum yang berlaku selama ini ialah hukum asing, hukum paksaan, hukum penjajah. Dengan pemberlakukan UURWP, maka wilayah WEST PAPUA, Negara Republik WEST PAPUA, pemerintahan Negara WESTPAPUA dalam pimpinan ULMWP sudah punya dasar hukum yang formil dan jelas sehingga tidak ada yang salah arah dalam mewujudkan sebuah negara yang merdeka dan berdaulat di luar NKRI.
Amunggut Tabi kembali menegaskan,
Dengan pemberlakukan UURWP ini, per tanggal 13 September 2016 besok hari, Wilayah hukum teritorial WEST PAPUA telah memiliki Payuing Hukum untuk selanjutnya diperealisasikan sebagai sebuah negara merdeka dan berdaulat, duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan NKRI.
Sekretaris-Jenderal TRWP kembali menegaskan bahwa tugas-tugas administrasi dalam rangka persiapan kemerdekaan West Paupa yang telah dijalankan oleh Sekretariat-Jenderal berdasarkan Surat Tugas yang diberikan oleh Panglima Tertinggi Komando Revolusi kini memasuki tahapan penghabisan karena tugas administrasi dalam mempersiapkan sebuah Negara dan pemerintahan WEST PAPUA telah selesai.
Berdasarkan Perintah Panglima TPN/OPM Jenderal TPN/OPM MATHIAS WENDA tahun 2006, maka sebuah Komite Persiapan Kemerdekaan WEST PAPUA telah bekerja dan kini telah menghasilkan sejumlah dokumen penting bagi perjuangan kemerdekaan Wset PAPUA. Sebelumnya telah diterbitkan Surat Keputusan Panglima Tertinggi Komando Revousi Disiplim Militer TRWP, yang berisi semua hal tentang gerilyawan perjuangan PAPUA Merdeka.
Surat Keputusan tentang Disiplin ini dikeluarkan setelah sayap militer perjuangan PAPUA Merdeka dipisahkan dari sayap politik, yaitu organisasi induk bernama Organisasi PAPUA Merdeka (OPM) dan sayap militer diberi nama Tentara Revolusi WEST PAPUA.
Organisasi PAPUA Merdeka dalam bahasa Inggris disebut Free WEST PAPUA Campaign telah berkampanye dari basis di Kerajaan Inggris dan dalam proses perjuangan sejak itu telah mengerucut menjadi wadah yang telah diakui di pentas politik regional dan global bernama ULMWP (United Liberation Movement for WEST PAPUA - Serikat Pergerakan Pembebasan untuk WEST PAPUA). Oleh karena itu semua pihak diharapkan bersatu dan mendukung langkah ULMWP.
Surat Keputusan Panglima Tertinggi Komando Revolusi tentang Undang-Undang Revolusi WESTPAPUA, yang dokumen aslinya akan segera beredar dan disosialisasikan ke seluruh dunia ini berisi dasar hukum untuk perjuangan kemerdekaan WEST PAPUA.
Gen. Wenda melalui Sekretariat-Jenderal berpesan agar semua pihak mempelajari dan menaati UURWP ini sebagia hukum formil resmi dari bangsa PAPUA, untuk wilayah teritorial Negara WEST PAPUA.
Ada dua pesan penting tercantum di dalam UURWP ini, yaitu
  1. Pertama, agar dalam tempo yang ditentukan sesuai SK ini, agar PNWP segera menyelenggarakan Sidang Paripurna Khusus untuk pengesahan UURWP; dan melakukan Amandemen di mana saja dianggap perlu. Agar PNWP tidak berbicara politik, tidak berkampanye ke sana-kemari mencampuri urusan para diplomat dan politikus dari ULMWP, tetapi memfokuskan diri menuntaskan Undang-Undang, dan peraturan-peraturan perjuangan PAPUA Merdeka.
  2. Kedua, agar dalam tempo sebagaimana ditentukan dalam UURWP ini, PNWP segera memberikan mandat kepada ULMWP untuk membentuk Pemerintahan Transisi Republik WEST PAPUA, dengan menetapkan Istana Kepresidenan Transisi di salah satu negara di kasawan Pasifik Selatan, dengan selanjutnya dengan segera mengangkat para diplomat, Duta Besar dan menyelenggarakan Pemerintahan berdasarkan UURWP.
10.39 | 0 komentar

VANGO Stands in Solidarity With PIANGO on West Papua

Written By PAPUAtimes on Senin, 12 September 2016 | 00.21

The Vanuatu Association of Non-Governmental Organisation (VANGO) has expressed its firm solidarity with the Pacific Association of Non-Governmental Organisation (PIANGO) on West Papua.

The VANGO support was expressed by the Chairperson of the Vanuatu national NGO group Ms Lind Peter in an email to PIANGO Executive Director Ms Emele Duituturaga, who is currently in Pohnpei, FSM, where they have held the Civil Society Organisations (CSO) Forum on the eve of the 47th Pacific Islands Forum leaders meeting.

In her media briefing earlier in the week, Ms Duituturaga made PIANGO’s stand on West Papua clear – that the issue was no long a matter for the Melanesian Spearhead Group nor the PIF leaders; but rather a United Nations issue.

VANGO’s Linda Peter says in her email and quoted by Vanuatu reporter covering the Pohnpei PIF meeting Moses Stevens.

“We Vanuatu Civil Society Alliance is in solidarity with other local CSOs here in Vanuatu and will continue to advocate locally, nationally and regionally for the freedom for West Papua in alliance with PIANGO and the global community.

The Vanuatu government is also taking a similar stand in their approach to lobbying support for the independence cause of West Papua.

Director General of the Prime Minister’s Office (Vanuatu) Johnson Naviti, says “now that more regional governments have stood out clear on their support for West Papua, our plans now is to take the mater beyond the region”.

While leaders of the Melanesian Spearhead Group (which was formed initially to spearhead the independence cause of West Papua and Kanaky) have divided over West Papua, Solomon Islands has taken a clear stand with the support of Tuvalu and Nauru in their “Pacific Coalition for West Papua”.



Read more: www.pngfacts.com
00.21 | 0 komentar

Fisheries, West Papua and climate change on Forum agenda

New Zealand's Prime Minister John Key says fisheries management is critically important for Pacific nations, and he expects it to dominate talks at the Pacific Islands Forum.
Mr Key is in Pohnpei in the Federated States of Micronesia for the talks, where climate change and West Papua will also be on the agenda.
Last year the New Zealand Government pledged $US36 million to support fisheries management in the region and so far about $US21 million has been allocated.
Mr Key said fisheries were the largest resource in the region.
Prime Minister John Key after landing in Pohnpei in the Federated States of Micronesia.
"It's worth over billions of dollars, largely tuna fisheries, and so the big threat of course for Pacific nations is illegal fishing in their waters and unauthorise fishing.
"I think long term one of the issues is also sustainability," he said.
At last year's Forum summit, leaders resolved to request Indonesia to allow it to send a fact-finding mission to Papua.
However the Forum secretary-general Dame Meg Taylor said Jakarta had not allowed this to go ahead.
The Forum's annual gathering is also expected to discuss increasing its membership by adding two French territories on the UN decolonisation list.
Both New Caledonia and French Polynesia have been vying for years to be granted full membership, which since the organisation's inception, was meant to be for independent countries only.
 Sumber : www.radionz.co.nz
00.17 | 0 komentar

Blog Archives

Total Tayangan Halaman