Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

NZers win West Papua advocacy award

Written By Unknown on Jumat, 04 Juli 2014 | 12.46



Two New Zealanders have been awarded the 2014 John Rumbiak Human Rights Defenders Award for their work pushing for improved human rights in Indonesia's Papua region.
The West Papua Advocacy Team says the Green Party's Catherine Delahunty has challenged the New Zealand government's community policing project in Papua and sought to provide a platform for Papuan rights advocates in the New Zealand Parliament.
The Advocacy Team says the second recipient, activist Maire Leadbeater, has worked tirelessly to inform New Zealand about the human rights crisis in West Papua.
Ms Delahunty says she is honoured to be considered.
"There are many people working all around the world and the Pacific to support the campaign for human rights and independence in West Papua. I'm one of the small players, have got the privilege of working in Parliament with the Green Party fully supporting my work. So yes, it's an incredible honour, I was most surprised to receive it and very, very humbled."
Catherine Delahunty says much more work still needs to be done.
John Rumbiak had worked in Papua for many years, raising concerns on human rights issues.

12.46 | 0 komentar

Menjelang Pilpres RI 2014, 6 Aktivis KNPB dan 4 Warga Sipil Ditangkap Di Jayapura

Foto Penangkapan 6 Aktivis KNPB Di Depan
Sekretariat KNPB Pusat Perumnas 3 Waena

JAYAPURA 03 JULI 2014. Menjelang Pemilihan presiden NKRI 09 Juli 2014 penagkapan pengerebekan terhadap aktivis KNPB terus terjadi di Tanah Papua
penagkapan liar penagkapan tidak melalui prosedural praduga tak bersalah terhadap aktivis KNPB dan masyarakata sipil terus terjadi.
Pada hari ini tanggal 03 juli2014 penagkapan liar terjadi jayapura penagkapan tersebut terjadi di beberapa tempat yang berbeda masing-masing terjadi tempatnya di kilo meter 09 koya 3 orang masyarakat sipil ditangkap dalam rumah, penagakapan terhadap warga sipil ini dilakukan oleh TNI pada hari kami 03 Juli 2014 pukul 05 .20 WPB  di koya kilo meter 9, 3 orang yang ditangkap tersebut masing-masing 
1. Asman Pahabol
2. Yanus Pahabol
3. Abisa Kabak
Kemudian penagkapan berikutnya terjadi di sentani terhadap salah satu warga sipil yang merupakan simpatisan KNPB wilayah sentani. penagkapan ini dilakukan oleh Polres sentani terhada Demus Wenda,  pengkapan demus wenda ini terjadi pada hari ini Kami 03 Juli 2014 pada pukul 09.00 WPB tempatnya di pos tuju sentani hendak mau pergi ke kebun bersama Istrinya menuyu ke kebun dekat Gunung Siklop sentani.

Penagkapan Berikutnya terjadi Pada hari ini kamis 03 Juli 2014 pada pukul 13.05 WPB 6 Aktivis KNPB Pusata dapat tangkap pada saat membagi selebaran di perumnas 3 tepatnya depan asram Uncen unit 4 perumnas III waena.
6 orang aktivis KNPB yang dapat tangkap tersebut masing-masing : 
1. Ono Balingga
2. hakul kobak 
3. yandri heselo
4. Gesman Tabuni 
5. Ronal Wenda dan
 satu anggota yang belum mengetahui Indentitasnya.

Penagkapan itu terjadi di depan sekertariat KNPB pusat, 6 orang aktivis KNPB tersebut sedang membagi selebaran untuk Boikot Pemilihan persiden 09 Juli 2014 mendatang.
dalam isi selebaran yang dikeluarkan secara resmi tersebut, manyampaikan kepada seluruh rakyat Papua Barat sorong sampai merauke Untuk tidak melakukan kekerasan dalam menghadapi pemilihan persiden mendatang namun menggunakan hak pilihnya untuk tidak terlibat dalam pencoblosan di TPS, tanpa melakukan kekerasan.
dalam selebaran yang dikeluarkan tersebut mengajak rakyat papua memboikot pilpres dengan cara bermartabat dengan menunjung tinggi nilai hukum HAM dan demokrasi.
namun polisi datang dengan satu mobil dalmas milik polresta lalu tanpa alasan yang jelas mereka melakukan penagkapan sewenag -wenag. 6 orang Aktivis KNPB pusat yang ditangkap tersebut sementara masi di tahan di polresta Kota Jayapura. 

Sebelumya penagkapan terjadi pada tanggal 01 Juli 2014 terhadap 3 aktivis KNPB di Timika pada pukul 24.00 WPB di depan sekertariat KNPB dan Kantor Parlemen Rakyat daerah (PRD ) wilayah Timika. penagkapan itu terjadi pada saat 3 Aktivis KNPB  masing-masing ELON AIRABO 2. JONI KORWA 3. LEO WARSEI tersebut sedang piket Menjaga Kantor PRD wilayah Timika.
http://knpbnews.com/?p=4396#more-4396

Kemudian penagkapan 20 Aktivis KNPB dan pengerebekan terhadap sekertariat KNPB wilayah Boven Digole terjadi  Hari ini Sabtu, (28/06/14) jam 17.00 – 18.00 WPB, Sekretariat KNPB Boven Digoel digeledah oleh aparat Polres Boven Digoel pada saat pertemuan rutin KNPB Boven Digoel di Sekretariat KNPB jalan ambonggo complex perumahan masyarakat.
http://nestasuhunfree.blogspot.com/2014/06/ini-20-anggota-knpb-yang-dapat-tangkap.html

Selain itu upaya pembunuhan terhadap Seorang Tokoh Agama Kabupaten Mimika, Pdt. Deserius Adii, S.Th bersama dengan anak kesayangannya Geri Gerson Gaiyawogi Gabriel Adii ditabrak dari belakang motornya dan diduga oleh Intelijen Negara Republik Indonesia di Timika. http://knpbnews.com/?p=4396#more-4396
  kepolisian polresta kota jayapura sampai saat ini masih melakukan patroli dan siaga satu di setiap sudut -sudut kota jayapura.
Laporan KNPB pusat di Jayapura Sekjend  Ones Suhuniap

11.53 | 0 komentar

Utusan Sultan, Polisi dan Brimob Cegat AMP Rayai HUT ke-43 Proklamasi Bangsa Papua

Written By Unknown on Rabu, 02 Juli 2014 | 02.05

Saat terjadi penghadangan terhadap massa aksi
Aliansi Mahasiswa Papua (AMP). Terlihat pimpinan FKPM, M.
 Suhut berusaha untuk merampas poster Bintang Kejora. Foto: MS

Yogyakarta, MAJALAH SELANGKAH -- Ratusan personil dari gabungan Polisi, Brimob lengkap dengan atribut mereka, bersama organisasi masyarakat bernama FKPM yang mengaku utusan Sultan Hamengkubuwono X menghadang massa Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di jalan Kusuma Negara, Yogyakarta, ketika AMPberjalan kaki menuju Titik Nol KM, dalam rangka peringati HUT ke-43 proklamasi kemerdekaan Papua 1 Juli 1971, hari ini, Selasa (01/07/14).

Pantauan majalahselangkah.com, ada 10 Truk Sabhara dan 15 mobil patroli Polisi dan Brimob berkolaborasi menghentikan demo damai AMP Komite Kota Yogyakarta. Ada 6 truk sabhara disiagakan di dekat Titik Nol KM, titik yang dituju massa AMP yang beranggotakan lebih dari seratusan mahasiswa Papua ini.

Dua truk Sabhara bersama 2 mobil patroli biasa bersama 30-an anggota menahan massa AMP dekat asrama Papua Kamasan I, Yogyakarta. Tak jauh dari tempat itu, depan Istana Pakualaman, terlihat sebuah truk Sabhara dengan personil polisi penuh siaga tepat di samping jalan.

Sementara itu, beberapa warga berpakaian hitam, berikat kepala khas Yogyakarta, datang dalam jumlah seratusan lebih, menghadang massa AMP yang sebelumnya ditahan polisi. Kelompok berseragam hitam ini mengaku dari FKPM dan menjadi utusan sultan.

"Kami utusan dari Sultan. Di Jogja tidak boleh ada separatis," teriak Muchamad Sahud, pimpinan FKPM melalui pengeras suara tepat di depan massa pendemo yang dihentikan paksa polisi ketika berjalan kaki menuju titik aksi.

FKPM terlihat membentangkan spanduk besar bertuliskan, "Yogyakarta Anti Anarkisme" berhadap-hadapan dengan massa aksi AMP. Berkaitan dengan ini,  Abbi D. koordinator lapangan aksi berteriak, "Kami ini aliansi mahasiswa Papua yang menuntut Papua merdeka. Bukan kelompok anarkis. Kami demo dengan damai. Jangan halangi kami. Jangan labeli kami".

Ketua IMPA Papua, Aris Yeimo, beberapa waktu lalu menjelaskan, ada kelompok tertentu yang terkesan sedang berusaha menempatkan mahasiswa Papua di Yogyakarta sebagai pembuat onar, preman, pemabuk, pebuat anarkis, dan dengan isu-isu negatif yang lain.

Selanjutnya, dari tempat penghadangan, Sahud juga meminta massa aksi menyerahkan gambar Bendera Bintang Kejora kepadanya sebagai simbol separatis. Ia juga mendesak masa aksi membubarkan diri dan tidak lagi melakukan kegiatan-kegiatan separatis, seperti demo damai. Sahud berusaha merebut atribut aksi.

Para polisi diam saja, dan kemudian berkolaborasi bersama FKPM mendesak massa aksi untuk tidak melanjutkan aksi hingga ke titik Nol KM. Massa aksi tetap bersikeras, tetapi anggota FKPM terlihat lebih emosional menghadapi masa aksi AMP.

Agustinus D. koordinator umum aksi mempertanyakan status kota Yogyakarta yang memperkenalkan diri di nusantara dan dunia sebagai kota pluralisme yang menghargai perbedaan dan menjungjung demokrasi.

"Suarakami dibungkam utusan sultan di Yogyakarta, ratusan personil kepolisian dan Brimob. Saya pikir mereka ratusan. Suara kami dibungkam di kota yang katanya kota dengan masyarakatnya yang menghargai perbedaan dan menjunjung demokasi," tegas Agus.

Agus mengaku tak mengerti dengan tindakan polisi membantu ormas membubarkan aksi damai AMP. 

"Kami sudah memberitahu soal demo ini kepada polisi, dan mereka sudah tahu. Seperti biasa, saya pikir, mereka akan mengamankan kami sampai kami selesai demo. Ternyata kami dipaksa mundur," jelas Agus.

"Kami tidak mau ada separatis di kota ini. Semua separatis harus angkat kaki dari kota Yogyakarta," begitu Sonny, anggota AMP yang turut serta dalam aksi ini meniru kata-kata anggota FKPM kepada mahasiswa Papua dalam aksi.

Menurut Sonny, tindakan ini jelas-jelas sudah bertentangan dengan prinsip pokok demokrasi dan hak-hak manusia dan kelompok manusia untuk menyampaikan pendapat di muka umum tanpa ada diskriminasi.

Beberapa anggota polisi ketika diminta kesediaan untuk diwawancarai media ini tampak tak acuh.

Dalam demo ini, massa aksi menuntut kepada Indonesia dan PBB untuk memberikan kebebasan kepada rakyat Papua Barat untuk menentukan nasibnya sendiri sebagai solusi demokratis. 

AMP juga minta hentikan semua aktivitas eksploitasi melalui perusahaan-perusahaan asing seperti Freeport, LNG, PB, Tangguh, Mecdo, Corindo, dan yang lainnya. Juga menyerukan untuk menarik semua pasukan ornanik dan non organik.

Ketua IPMA Papua kepada media ini usai aksi menjelaskan, dalam waktu dekat akan mengusahakan audensi dengan pihak kesultanan terkait isu-isu yang berkembang akhir-akhir ini, salah satunya mengenai kebebasan menyampaikan pendapat yang mulai dibungkam dan keamanan mahasiswa Papua di Yogyakarta. (AE/BT/MS)

02.05 | 0 komentar

Gadis Barak Sejarah Kolonial

Written By Unknown on Senin, 30 Juni 2014 | 10.30

Gadis gimbal (Ist/Google)
    Suva,28/6 (Jubi)—“Aku telah bangkit dari kematian suri semalam,”gumam Kain, saat mendapati dirinya yang disinari mentari pagi melalui sela-sela  jendela barak Kolonial.
    Kain bergegas meninggalkan ruang tidur, memegang plastik hitam menuju gerbang utama.
    Ia melintasi rumah-rumah kolonial yang berjejer. Barak-barak itu nampak kokoh kuat, hanya terlihat cat dan beberapa sudut nampak dimakan waktu.
    “Cat merah perang revolusi mulai luntur dan dindingnya yang berlubang akibat timah bedil makin membesar. Penghuni menempelkan lubang-lubang bedil itu dengan dedaunan kelapa hijau, tetapi daun itu mulai menguning menuju kering,”pikirnya.
    Lalu Kain menyoal: “Mengapa mereka tidak bongkar saja lalu membangunnya dengan seluruh bahan lokal yang nenek moyang gunakan untuk bangun rumah? Apa si gunanya mempertahkan bangunan yang bukan masanya lagi ini? Mengapa yang mengecewakan ini terus ada dan mengigatkan masa lalu negeri ini? Apakah bangunan-bangunan kuno ini lebih penting dari sebuah perubahan?”
    Sambil melangkah, Kain mengingat kata-kata penghuni barak dalam diskusi sebelumnya mengenai nasib barak sejarah kolonial itu.
    “Kamu harus tahu bwa sejarah itu ingatan kisah masa lalu kami. Kami tidak pernah melupakan kisah yang merengut nyawa dan mengundang rasa haru puluhan tahun lalu yang menimpa nenek moyang kami telah menjadi kekuatan kami. Kami ingin membangun kehidupan ini atas dasar sejarah buruk kami. Kami ini lebih baik dari sejarah”.
    Kain menyesal pernah mendengar refleksi itu. Ia emosi mengingat kata-kata orang yang mengingat masa lalu lebih penting dari perubahan. Padahal,  itu lebih menyakitkan daripada perubahan. Namun,  kemudian ia sadar bahwa sejarah itu telah menjadi kekuatan ideologi kehidupan yang nampak kokoh kuat kehidupan mereka hari ini.
    “Saya harus membiarkan mereka hidup ini mengalir dalam alur sejarah dan ideologi,”gumamnya sambil melangkah menuju gerbang pembuangan sampah sejarah.
    Gerbang utama telah nampak. Jarak tidak terlalu jauh. Kain akan membuang sampah yang menyebabkan virus yang sangat mematikan, pikirnya, sambil melangkah dan mengengam hendak menghancurkan semua sampah dalam platik itu tetapi matanya terus menikmati pemadangan alam dan barak-barak colonial yang buruk, yang mulai berusia makin kuat dalam ingatan dan kebencian itu.
    Sampai langkah yang ke-50, rumah terakhir, sebelum gerbang, dari jarak 50 meter barak sejarah, Kain mendapati seorang gadis mengenakan rok kotak-kotak putih merah hitam, kemeja putih, memikul tas hitam diselingi warna merah jambu berdiri membelakanginya. Kain tersentak kaget seolah ada sengatan lebah di dada lalu kagumnya.
    “Rambut keriting terlingkar diikat konde satu terurai di pundak. Sutra hitam tanda perkabungan. Gadis barak sejarah yang sangat cantik,” gumamnya.
    Kain diam sejenak. Pikirnya,”Saya rupanya telah tergoda dengan seluruh yang menjadi bagian dari gadis barak kolonial itu.”
    Kain membayangkan seluruh diri gadis itu hingga yang belum nampak pun menjadi satu kenyataan dalam rasa dan khayalan.
    “Pancaran cahaya batin yang kuat memahan jiwaku. Cahaya miliknya sangat kuat untuk meraih kehidupannya dan itu kelebihan wanita,”gumamnya kemudian, membayangkan aktivitas gadis bersahaja itu.
    Rasa penasaran mengiringgi langkah Kain mendekati badan jalan menuju gerbag yang hanya tiga meter dari depan rumah tempat gadis itu berdiri. Kain mendapati dia bersama saudara laki-laki dan kakak perempuannya sedang membahas pelarian orang-orang terkasih ke negeri seberang akibat perang revolusi rimba 50 tahun lalu.
    Good morning,” Kain menyapa. “Harap tidak mengangu kenyamanan mereka,” gumamnya.
    Good morning guys…”jawab mereka serentak. Nmun suarah gadis itu lebih mengemah sampai masuk ke dalam hati yang paling dalam lalu menyebar ke seluruh tubuh.
    Hormon kepriaan Kain terangsang dan membayangkan suara itu dalam setiap detak jantung dan langkah kaki menuju gerbang.
    Yoghoo ninom arh. Oh…..”teriak Wanita yang suarahnya terekam lebih dulu dalam benak Kain.
    Tidak lama, Kain mendengar sentakan kaki orang berlari melalui jalan samping ruangan para mahasiswa kampus barak sejarah Kolonial itu.
    “Dia yang cantik telah berlari,”gumamnya sambil mengikuti gerakan kaki sang gadis yang sedang berlari di hadapannya.
    Kain melihatnya bagaikan domba betina putih berlari di pandang rumput yang hijau. Rambutnya terus bergelombang menghiasi langkah kakinya hingga berhenti di gerbang pintu menanti bus mendatangginya. Bus yang dinanti dan dikerjanya pun telah parkir di depan gerbang barak.
    Kain terus menyaksikan gadis itu menuju bus. Kain menghitung langkah kaki sang gadis itu. Satu, dua hingga hitungan yang ke 50, sang gadis meginjak tangga dan naik bus. “Dia akan turun 50 langkah lagi. Wah, saya tidak melihat wajahnya macam apa, tetapi nampaknya dia sangat cantik,”gumamnya lagi sambil menyaksikan gadis itu mengatur posisi duduk lewat kaca bus yang terbuka.
    Bus di depan Kain yang memuat sang gadis tancap gas. Gadis itu melambaikan tangan. Kain secara spontan melambaikan tangan dengan satu keraguan, jangan-jangan dia melambaikan tangan bukan untuknya. Kain menduga ada orang di belakangnya yang menjadi objek lambai sang gadis.
    Perasaan malu menyelimuti Kain. Kain meletakkan sampah lalu balik memastikan sasaran lambaian tangan sang gadis. Kain tidak mendapati seorang pun kecuali diri yang sedang memikirkan gadis di lorong sejarah.
    “Dia telah melambaikan tangan untukku,”pikirnya “Dia sangat nampak baik, cantik memesoan, hanya saya tidak pernah mengenalnya secara dekat tetapi saya tergoda dan telah memilikinya dalam sanubari ini” sambil melangka jalan pulang ke ruangan barak kolonial.
    Langkah-langkah kaki kembali itu mengalirkan kisah-kisah beberapa hari sebelumnya di benak.
    “Ia pernah menyapaku penuh perhatian, melemparkan senyum mengobarkan gairan bersama mentari yang terbit di ufuk timur. Tetapi,  sayangny  saya tidak pernah memperhatikan wajahnya secara baik baik. Saya tidak pernah membaca gari-garis wajah. Ia lari terburu waktu sangat cepat hingga saya melihat wajahnya masih sama-samar,  bahkan tidak sama sekali saya lihat. Saya hanya tahu Dia cantik yang membuat hatiku tenang dan damai,” pikir Kain.
    “Dia langsing dan menggodah rasa, salah ka kalau saya terasang,”gumamnya
    “Dia telah mencuri hatiku pagi ini lalu pergi. Kemanakah gadis cantik itu pergi?”tanya Kain dalam sunyi
    “Dia pergi memeluk pria yang mencintainya yang telah lama lari akibat perang revolusi rimba yang nampak dalam cahaya benaknya,”tutur Ibuda gadis yang menantikan putrinya kembali bersama pria idamanya dari rimba raya.
    Kabar itu mennyayat  hati Kain. Walaupun gadis dia mencintai yang lain, saya merasakan satu sentuhan rasa yang tidak pernah akan saya lupakan. Saya inggin menjumpainya lagi.
    “Ah mungkin itu hanya perasaanku yang dia tidak pikirkan gadis itu,”pikirnya
    “Saya ingin belajar menulis….”
    Lalu Kain mengisahkan kisah ini kepada saya mengingat kisah empat bulan lalu. Seandainya, saya jadi dia, Wimawokhe, di Holandia, West Papua. (Mawel)
10.30 | 0 komentar

Inilah Empat Keputusan MSG Tentang Aplikasi Keanggotaan WPNCL

Para menteri luar negeri MSG melaporkan
hasil misi mereka ke Indonesia (Jubi/Jack Ponau)
    Jayapura, 28/6 (Jubi) – Pertemuan para pemimpin Melanesia Spearhead Group (MSG) di Port Moresby, PNG tanggal 26 Juni 2013 menghasilkan empat keputusan tentang aplikasi keanggotaan Koalisi Nasional Papua Barat untuk Pembebasan (WPNCL). Diantaranya adalah mendorong pengajuan aplikasi baru yang lebih inklusif dan bersatu.
    Berikut adalah empat keputusan yang tercantum dalam Komunike Para Pemimpin MSG tersebut.
    1 (6). Para Pemimpin (MSG) mencatat bahwa dalam kaitannya dengan aplikasi keanggotaan MSG yang diajukan Koalisi Nasional Papua Barat untuk Pembebasan (WPNCL) pada bulan Juni 2013 dalama MSG-19 Leaders Summit, sebuah misi Menteri MSG yang dipimpin oleh Ratu Inoke Kubuabola, Menteri Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Fiji, mengunjungi Indonesia 11-15 Januari 2014 untuk memperoleh informasi dan melakukan penilaian pada aplikasi keanggotaan yang diajukan oleh WPNCL.
    2 (7). Para Pemimpin (MSG) mengucapkan terima kasih kepada misi para Menteri untuk pembuatan Laporan dan selanjutnya mencatat bahwa Vanuatu tidak berpartisipasi dalam Misi karena Vanuatu berpandangan bahwa program misi para Menteri ini tidak akan mengizinkan MSG untuk mendapatkan informasi yang kredibel untuk memenuhi mandat para pemimpin MSG.
    Keputusan
    3 (8). Para Pemimpin (MSG):
    (i) Mencatat dan menerima isi Laporan Misi para Menteri;
    (ii) Setuju untuk mengundang semua kelompok agar membentuk sebuah kelompok payung inklusif dan bersatu dalam sebuah konsultasi dengan Indonesia untuk mengajukan sebuah aplikasi keanggotaan baru;
    (iii) Menyambut dan mencatat kemajuan proses otonomi yang lebih besar di Papua dan pengumuman Presiden Indonesia untuk menarik militer dari Papua Barat;
    (iv) Setuju bahwa MSG dan Indonesia mengambil pendekatan yang lebih proaktif dalam menangani masalah Papua Barat dengan inisiatif untuk melakukan kesadaran yang lebih besar tentang situasi di Provinsi Papua dan Papua Barat dengan menghargai Otonomi Khusus dan bagaimana hal ini telah memberikan kontribusi positif bagi Pemerintahan Provinsi oleh penduduk lokal;
    (v) Setuju bahwa MSG terus mengadakan dialog dengan Indonesia mengenai isu Papua Barat dan mendorong serta mendukung pembentukan perjanjian kerjasama bilateral dengan Indonesia dengan fokus khusus pada pembangunan sosial dan ekonomi serta pemberdayaan bagi masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat;
    (vi) Setuju bahwa Anggota MSG dan Indonesia mempertimbangkan menyelenggarakan Rapat reguler di tingkat Menteri dan Pejabat Resmi untuk membahas poin (iv) dan (v);
    (vii) Setuju bahwa MSG  berkonsultasi dengan Indonesia dalam kerja sama menangani kebutuhan pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat;
    (viii) Setuju bahwa MSG mendorong penguatan dan partisipasi dari rumpun Melanesia di Indonesia dalam kegiatan dan program MSG; dan
    (ix) Setuju bahwa MSG terus mendukung dan mendorong tingkat keterlibatan bangsa Melanesia di posisi eksekutif, manajemen dan posisi pengendali di perusahaan swasta seperti Bank Papua dan juga politik.

    4 (9). Para pemimpin (MSG) juga mengakui kerjasama Pemerintah Indonesia dan dukungan dalam melanjutkan kunjungan MSG ke Indonesia agar dapat berdialog dan untuk melaksanakan mandatnya.
    (Jubi/Victor Mambor)

    Sumber  : www.tabloidjubi.com
09.37 | 1 komentar

Aktivis Papua Merdeka Tolak Prabowo Berkampanye Di Papua

Sebby Sambom (Jubi/Musa)
    Jayapura,29/6(Jubi)- Sebby Sambom, aktivis kemerdekaan Papua Barat dan mantan tahanan politik menyatakan menolak tegas rencana kedatangan Prabowo Subianto , calon presiden Indonesia nomor urut satu , yang disebut-sebut akan diminta berkampanye di Tanah Papua.
    “Kami Aktivis Papua merdeka, menolak tegas permintaan DPRP, dimana saudara Yunus Wonda menyatakan akan meminta Prabowo Subianto datang ke Papua untuk kampanye. Pernyataan Yunus Wonda ini telah publikasi lewat media harian sore “Suara Pembaruan ” edisi Kamis 19 Juni 2014, dengan judul “Prabowo Diminta Kampanye di Papua,” tulis Sambom melalui rilisnya kepada tabloidjubi.com (29/6).
    Menurut Sambom, kampanye Prabowo yang difasilitasi elit politik Republik Indonesia di Papua ini lebih mengandung makna kepentingan jabatan dan pribadi yang, tidak menguntungkan rakyat Papua.
    “Kami menilai bahwa (kampanye itu) sangat mementingkan diri sendiri, oleh karena itu dengan tegas menolak Prabowo Subianto yang merupakan pelaku pembunuhan dan penghancur harta milik orang Papua,”tuturnya tegas.
    Pihaknya juga berseru, khususnya kepada elit yang mengorbankan rakyat Papua dan suka mencari kepentingan pribadi dalam Pemerintahan Indonesia, harus memahami luka rakyat Papua yang menjadi korban kebijakan Negara. “Kami menghimbau kepada orang Papua Barat yang sedang mencari makan di Pemerintah NKRI, dan sekarang menjadi pejabat Pemerintah colonial NKRI agar tidak menyakiti hati Rakyat Papua Barat, “katanya.
    Menurut Sambom, rakyat Papua telah menjadi korban militer Indonesia dan terluka dengan Prabowo Subianto dalam Operasi Pemebasan Sandra Ekspedisi Lorentz 95, pada tahun 1996 silam.
    “Kami mempunyai laporan tentang kejahatan Prabowo, dimana dalam Operasi Militer saat pembebasan sandera di Mapenduma. Orang tua kami dari Mapenduma telah laporkan bahwa sewaktu operasi itu, Prabowo dan anggotanya pernah menembak masyarakat, dan juga membakar rumah-rumah penduduk, kebun-kebun dan ternak babi milik penduduk setempat telah dibumihanguskan,”tegasnya.
    Karena itu, tegasnya, Aktivis kemerdekaan Papua bersama rakyat tetap menolak pemilihan Presiden Indonesia di Tanah Papua. “Kami yang berjuang Papua Merdeka tidak pernah kompromi politik dengan Jakarta. Kami tetap berjuang sampai Papua Merdeka penuh dari tangan kolonial NKRI. Apa lagi
    para calon presiden ini adalah pembunuh rakyat Papua” tandasnya.

    Hal senada diungkapkan ketua I komite Nasional. Papua Barat (KNPB), Agus Kosay, sebagaimana yang dalam rilis yang dibacakan juru bicara KNPB, beberapa waktu lalu.
    Kosay mengatakan, realita yang ada saat ini telah menyimpang dan mengingkari perjanjian Internasional tentang hak penentuan nasib rakyat bangsa Papua Barat pada tahun 1969. Karena itu, dia meminta rakyat bangsa Papua Barat tak perlu terlibat dalam Pilpres mendatang.
    Indonesia sebagai anggota PBB juga berkewajiban melindungi hak asasi warganya, maka rakyat Papua Barat tak perlu takut. Tak ada alasan lain untuk takut, Papua Barat memberikan hak politik bagi rakyat Papua. Pemilihan Kepala NKRI sesungguhnya bukan Presiden Negara Papua Barat, kemudian suku bangsa lain, adat istiadat lain, ras lain, rumpun pun lain dengan kami, orang asli Papua ” kata Basoka Logo Juru bicara KNPB (11/6) lalu. (Jubi/Mawel)
09.28 | 0 komentar

Parade Veteran Belanda, Bintang Kejora Dilarang, Pemuda Papua Ditangkap

Iskandar Bwefar saat ditangkap oleh polisi Belanda (Dok, Iskandar)
    Jayapura, 29/6 (Jubi) – Pemerintah Belanda memerintahkan Bendera Bintang Kejora diturunkan dalam parade Hari Veteran Tahunan yang berlangsung di Den Haag, Belanda. Seorang pemuda Papua ditangkap dalam parade hari veteran ini.
    Tanggal 28 Juni kemarin, para Veteran Belanda yang pernah bertugas di Papua pada tahun 60-an melakukan parade untuk memperingati hari Veteran. Beberapa hari sebelum parade ini berlangsung, pemerintah Belanda sudah mengumumkan agar dalam parade para veteran Belanda ini tidak ada yang mengibarkan bendera Bintang Kejora.
    Namun saat parade berlangsung, beberapa pemuda Papua yang tinggal di Belanda muncul di Den Haag sambil membawa bendera Bintang Kejora. Meski para pemuda Papua di Belanda ini terpisah dari rombongan parade, namun polisi militer Belanda langsung mendatangi kelompok pemuda Papua ini dan menangkap satu dari para pemuda ini. Iskandar Bwefar, pemuda Papua berusia 25 tahun yang lahir di Belanda, yang ditangkap ini langsung diperiksa dan beberapa jam kemudian ia dibebaskan.
    “Hanya Iskandar yang ditangkap, sedangkan beberapa orang lainnya sempat ditanyai oleh polisi Belanda,” kata seorang warga Papua di Belanda saat dihubungi Jubi.
    Warga Papua yang tak ingin disebutkan namanya ini mengatakan Iskandar ditangkap saat rombongannya berjalan dekat Istana Raja Belanda dan kediaman Perdana Menteri Belanda.
    Iskandar sendiri mengatakan bahwa ia ditangkap oleh enam orang polisi.
    “Saat saya tiba di Den Haag, seorang polisi menghentikan saya dan melarang saya memasuki area parade. Saya tidak menanggapinya karena menurut saya ini di Belanda dan saya punya hak untuk berdiri dan berjalan di mana saja. Saya juga tidak melintas pembatas yang mereka buat. Tapi mereka menangkap saya sekitar 70 meter dari Istana Raja Belanda,” kata Iskandar saat dihubungi Jubi, Minggu (29/6).

    Atas penangkapannya ini, Iskandar berencana menuntut balik polisi Belanda karena telah melanggar haknya sebagai warga negara Belanda.
    Letnan Kolonel Klaas Bloem yang berusia 77 tahun, salah satu veteran Belanda yang pernah bertugas di Papua mengakui bahwa ia bersama Asosiasi Dutch New Guinea Soldiers atau Vereniging Nederlands Nieuw-Guinea Militairen (VNNGM) memang berencana mengibarkan Bendera Bintang Kejora dalam parade hari veteran 28 Juni kemarin. Namun menurut Klaas, Kedutaan Besar Indonesia di Belanda mendesak pemerintah Belanda untuk melarang pengibaran Bintang Kejora dalam parade itu. Klass sendiri menanggapi larangan ini sebagai sebuah sebuah tindakan konyol karena Organisasi di Belanda telah tunduk pada tekanan dari luar. (Jubi/Victor Mambor)
09.25 | 0 komentar

Blog Archives

Total Tayangan Halaman